Simalungun – Perusahaan financial technology (fintech) menempati urutan teratas dari total jumlah pengaduan konsumen yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sepanjang Januari –Juli 2024, OJK telah menerima 6.289 aduan konsumen terkait fintech dari total 17.003 pengaduan.
Pinjaman online (pinjol) ilegal mencatatkan jumlah aduan tebanyak, yaitu 9.596 pengaduan. Sedangkan entitas illegal 10.104 pengaduan. Sisanya, investasi ilegal tercatat 508 pengaduan.
Aduan yang tercatat ini ditampung melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK). Jenis aduan yang diterima sebagian besar menyangkut masalah penagihan dari debt collector.
“Kalau di fintech itu nomor satu adalah perihal debt collector. Ini banyak sekali diadukan kepada kita bagaimana orang yang minjam di pinjol ini. Terutama pinjol ilegal dan seterusnya,” ujar Friderica Widyasari Dewi Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Jumat (9/8/2024).
Baca juga: Jangan Macam-Macam! OJK Bakal Berangus Pelaku Skimming dan Fraud Lewat 2 Aksi Ini
Pengaduan terbanyak selanjutnya ialah perusahaan perbankan yaitu 6.005 aduan, perusahaan pembiayaan 3.701 aduan, dan perusahaan asuransi sebanyak 756 aduan.
Sektor yang paling sedikit menerima aduan konsumen ialah layanan pasar modal dan industri keuangan nonbank (IKNB) lainnya sebanyak 252 aduan.
Di sektor perbankan, Friderica yang kerap disapa Kiki ini menjabarkan bahwa aduan di sebagian besar terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Terkadang ada konsumen yang memberi informasi, tapi banyak di antaranya yang kemudian mengadu karena datanya tidak sesuai dengan SLIK.
“Jadi ada beberapa yang merasa sudah melunasi, tapi di PUJK tidak di-update bahwa sudah lunas. Dan ada yang merasa tidak punya pinjaman, tapi tiba-tiba KOL 5 [macet]. Jadi itu data yang tidak akurat dari PUJK. Maka kita akan bantu kepada PUJK-nya kita tagguhkan,” jelasnya.
Tak hanya itu, sebagian di antaranya juga banyak aduan tentang kejahatan keuangan. Seperti penipuan, pembobolan rekening, skimming, phishing, dan soceng (modus mengelabui).
“Ini juga yang kemudian kita merasa harus ada solusi dengan Anti Scam Center. Juga ada yang mengadu tentang kartu kredit, Kemudian restrukturisasi pembiayaan, permasalah agunan dan jaminan,” bebernya.
Baca juga: Gerak Cepat OJK Dorong Literasi Keuangan ke Kaum Disabilitas di Kabupaten Toba
Sementara, aduan soal asuransi yang paling lazim masih seputar masalah lama, yaitu kesulitan klaim.
“Itu juga klasik sekali. Dan dari pengawas sektornya mengatakan kalau asuransi jangan mudah saat bukanya aja, tapi juga mudah saat mengajukan klaim,” sebutnya.
Kiki menambahkan, OJK telah menyelesaikan 83,11 persen aduan nasabah melalui mekanisme internal dispute bersama lembaga keuangan. (*) Ranu Arasyki Lubis