Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren kenaikan pada rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) pada industri perbankan nasional, khususnya pada segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Diketahui, untuk NPL gross sektor UMKM hingga Mei 2024 tercatat sebesar 4,27 persen atau meningkat cukup tinggi jika dibandingkan pada Maret 2024 yang sebesar 2,25 persen.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI, Sunarso, menyatakan bahwa, untuk NPL UMKM BRI per Juni 2024 masih berada di posisi yang lebih rendah, yakni sebesar 3,05 persen.
Baca juga: Top! Laba Bersih BRI Tembus Rp29,90 Triliun di Semester I 2024
“NPL UMKM diperbankan artinya swasta dan BUMN itu memang kalau digabung mungkin di level 4 persenan. Tapi sebenarnya NPL UMKM BRI kan di bawah itu, 3,05 persen. Jadi sebenarnya NPL UMKM BRI masih lebih baik atau di bawah NPL rata-rata industri di UMKM, rata-rata perbankan di UMKM itu dulu yang paling penting,” ucap Sunarso dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, 25 Juli 2024.
Oleh karena itu, Sunarso menjabarkan, salah satu strategi yang dilakukan BRI dalam mencegah peningkatan kredit macet yang signifikan adalah melakukan pemilihan portofolio kredit UMKM secara selektif.
“Karena begitu kita kasih kredit tiga bulan macet, kasih kredit enam bulan macet, itu jangan sampai terjadi. Maka kita harus tetap tumbuh di UMKM tapi sangat selektif. Dengan cara apa? Maka risk acceptance kriterianya kita perketat, loan portfolio guideline-nya itu kita perketat dan kemudian bagi portfolio UMKM yang sudah ada di bank, itu kita pilih-pilih lagi,” imbuhnya.
Selanjutnya, hal kedua yang dilakukan oleh BRI adalah melalui restrukturisasi kredit. Seperti diketahui saat ini pemerintah berencana melanjutkan program restrukturisasi. Namun, jika restrukturisasi kredit tidak diberlakukan lagi, maka BRI akan mengikuti ketentuan umum yang berlaku.
Baca juga: Kredit Macet UMKM Meningkat, Gara-gara Restrukturisasi Covid-19 Berakhir?
“Yang ketiga, kalau memang tidak bisa direstrukturisasi, maka terpaksa kita harus write off, kita harus hapus buku, maka kemudian di situlah cadangan berbicara, seberapa kuat kita punya cadangan, sekarang cadangannya BRI terhadap NPL itu lebih dari dua kali,” ujar Sunarso.
Strategi terakhir yang dilakukan BRI adalah bagi kredit yang sudah di-write off atau hapus buku masih tetap dilakukan penagihan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan fokus perbaikan kepada kredit yang sudah dihapus buku. (*)
Editor: Galih Pratama