Jakarta – Sudah berhari-hari server Pusat Data Nasional Sementar (PDNS) Indonesia diretas hacker menggunakan ransomware hingga sistem lumpuh.
Direktur Ekonomi Digital of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan peretasan ini akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nailul meyebutkan kerugian ekonomi dari serangan ransomware terhadap PDNS bisa mencapai Rp6,3 triliun. Bahkan, terdapat surplus usaha yang hilang dari lumpuhnya PDNS sebesar Rp2,7 triliun.
“Ada “biaya” yang harus ditanggung oleh pemerintah sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung). Lumpuhnya PDNS ini menghambat aktivitas ekonomi dan menjadikan lebih lambat. Iklim bisnis dan usaha bisa terdampak lesu,” ujar Nailul kepada Infobanknews, Jumat 28 Juni 2024.
Dari sisi penerimaan negara, pemerintah berpotensi mengalami kehilangan pendapatan sebesar Rp17 miliar dari layanan yang lumpuh.
“Jika kita hubungkan dengan kerugian negara, maka ini bisa kita katakan sebagai kerugian negara dari hilangnya potensi penerimaan negara,” jelas Nailul.
Baca juga: Gawat! DJP Akui Serangan Ransomware ke PDN Ganggu Layanan Pajak
Sebagai contoh, pelayanan paspor yang lumpuh menjadikan layanan lebih lambat dan dapat membuat pembuatan paspor lebih lama. Ada potensi kehilangan pengurusan paspor ketika sistem lumpuh.
Kerugian dari berbagai sisi tersebut, Nailul menghitung menggunakan asumsi dari anggaran pelayanan umum sebesar Rp721 triliun di APBN 2023. Klaim pemerintah, penggunaan teknologi digital bisa hemat 50 persen dari anggaran pelayanan umum. Artinya, ada manfaat yang hilang hampir Rp 1 triliun per hari ketika sistem PDNS kita lumpuh.
Kemudian, ada penggunaan data server di AWS sebesar USD15 ribu per bulan untuk penggunaan sistem data imigrasi darurat. Dilakukan minimal satu bulan. Serta, ada biaya pemulihan data yang diestimasikan dari biaya tebusan dari hecker yang mencapai Rp131 miliar.
Sehingga, tambah Nailul, lumpuhnya sistem PDN harus disikapi dengan serius dengan mengaudit keuangan dan kinerja PDN. Serta, membangun PDN yang dilengkapi siatem perlindungan data yang kuat dengan melibatkan ahli IT Nasional.
Selain itu, perlunya mendesak pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk bertanggung jawab terhadap kerugian ekonomi. Kemudian, alangkah lebih bijak jika pimpinan K/L terkait mundur dari jabatannya karena sudah lalai yang menyebabkan kerugian bagi ekonomi negara dan melanggar UU Perlindungan Data Pribadi.
Adapun, PDN adalah bagian yang dikoordinir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Berdasarkan laporan APBN hingga Mei 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menggelontorkan anggaran Kominfo sebesar Rp4,9 triliun.
Angaran tersebut terbagi dalam beberapa belanja, yakni sebesar Rp1,6 triliun untuk operasional dan pemeliharaan BTS 4G, pengembangan Pusat Data Nasional (Data Center Nasional) Rp700 miliar, kapasitas satelit Rp700 miliar, dan sisanya Rp1,1 triliun untuk palapa ring.
Disamping itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku serangan ransomware ke Pusat Data Nasional (PDN) membuat pelayanan kepada wajib pajak terganggu.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan layanan yang terganggu tersebut di antaranya, layanan registrasi online Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak PMA (Penanaman Modal Asing), termasuk wajib pajak orang asing.
“Terkait dengan pelayanan kepada wajib pajak memang ada satu yang mengalami hambatan, yaitu layanan registrasi NPWP secara online untuk wajib pajak PMA termasuk wajib pajak orang asing,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis, 27 Juni 2024.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Anggaran PDN yang Kena Ransomware, Segini Nilainya
Sementara, untuk industri perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa keamanan layanan perbankan di Tanah Air akan tetap aman di tengah adanya serangan ransomware pada Server Pusat Data Nasional (PDN).
“Tidak ada (masalah), kita (industri perbankan) tidak masuk ke sistem itu,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Kompleks Parlemen RI, dikutip Kamis 27 Juni 2024.
Dian menyebutkan bahwa kesiapan sistem sektor perbankan Indonesia sudah memiliki sistem keamanan yang memadai. Pihaknya juga telah menempatkan pengawas IT di lapangan yang bertugas melakukan pengecekan secara rutin terhadap layanan digital perbankan.
“Pengawas IT kita juga ada di lapangan untuk cek secara rutin mudah-mudahan tidak ada masalah,” pungkas Dian. (*)
Editor: Galih Pratama