Batam – Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Evaluasi Ekonomi dan Keuangan Daerah (Rekda) dengan tema “Mempercepat pembangunan infrastruktur maritim untuk mendukung peningkatan kepariwisataan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”.
Dalam rapat koordinasi antara BI dengan pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan pada hari ini, Jumat, 12 Agustus 2016 di Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menghasilkan 7 (tujuh) kesepakatan penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan bersinergi.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, kesepakatan pertama yakni, menerapkan kebijakan satu peta dan satu desain kapal (one map and one ship design policy) untuk mendukung berkembangnya industri perkapalan sebagai backbone di industri maritim.
“Sehingga industri maritim dapat memainkan perannya sebagai fondasi pengembangan industri perikanan, industri pelayaran, dan industri pariwisata,” ujar Agus di Batam, Jumat, 12 Agustus 2016.
Kedua, mengintegrasikan strategi pengembangan infrastruktur logistik dengan pengembangan wilayah untuk mendukung konektivitas antar wilayah industri, permukiman, dan simpul-simpul transportasi perdagangan ekspor impor atau antar pulau antara lain yang akan dikembangkan di dalam buku putih pengembangan kemaritiman.
“Ketiga, memperkuat sinergi dan strategi kebijakan karena pengembangan maritim bersifat lintas sektor yang mencakup perkapalan, pelayaran, perikanan, dan pariwisata,” tukasnya.
Lalu keempat, lanjut dia, memperkuat asas cabotage dengan penerapan program beyond cabotage secara bertahap, termasuk menjajaki skema insentif fiskal yang diperlukan, sebagai bagian dari upaya mendorong industri pelayaran nasional dan mengurangi defisit neraca jasa.
“Kelima, memperkuat strategi pengembangan industri dan komoditas unggulan daerah dan nasional untuk mendukung pengembangan industri maritim sehingga mampu saling mengisi dengan mengoptimalkan kapasitas angkut industri pelayaran,” ucap Agus.
Keenam, mempercepat peningkatan kualitas infrastruktur kelembagaan melalui reformasi birokasi, khususnya melalui implementasi layanan publik dan sistem pemerintah berbasis elektronik (e-government, e-budgeting), serta peningkatan kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di tingkat pusat dan daerah.
“Antara lain dengan memfokuskan pendidikan kedinasan ke pendidikan yang bersifat vokasional (misal: pendidikan kemaritiman),” paparnya.
Selanjutnya, kesepakatan ketujuh dalam Rekda tersebut yakni mendorong percepatan pengembangan pariwisata, khususnya wisata bahari, pemerintah berkomitmen untuk melakukan 3 (tiga) hal. Yakni mengintensifkan promosi pariwisata dan sosialisasi penerbitan aturan mengenai kemudahan kunjungan yacht dan cruise.
Lalu, mempercepat deregulasi peraturan antara lain terkait kemudahan kunjungan wisata menggunakan private jet dan private helicopter, perijinan sea plane yang beroperasi menghubungkan antar pulau-pulau kecil, pengaturan pembangunan Dermaga Marina, dan menjajaki kemungkinan insentif fiskal untuk impor yacht minimal untuk PPN-BM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).
Terakhir, mempercepat pengembangan aksesibilitas, fasilitas, dan atraksi di 10 destinasi wisata prioritas nasional dan 30 destinasi unggulan wisata bahari bersama dengan Pemerintah Daerah, antara lain Natuna-Anambas (Kepulauan Riau), Danau Toba (Sumatera Utara), dan Mandeh (Sumatera Barat), dengan disertai penguatan kebijakan pendukungnya.
“Ke depan, para peserta rakor sepakat untuk terus memperkuat koordinasi dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur maritim yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendorong peningkatan kepariwisataan,” tutup Agus. (*)