Bali – Peran bank pembangunan daerah (BPD) sebagai penggerak ekonomi daerah semakin penting dan semakin diperlukan. Dalam kapasitasnya sebagai institusi perbankan, antara lain, BPD mendorong perekonomian daerah melalui fungsi intermediasi yang dijalankannya.
Demikian ditegaskan Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di acara The Asian Post The Best Regional Champion 2024: Agility BUMD Keuangan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi yang diselenggarakan The Asian Post bersama Infobank, di Bali, Jumat (31/5).
“BPD turut andil dalam mendorong perekonomian daerah, baik dari sisi penyaluran kredit maupun penghimpunan dana,” kata wanita yang akrab disapa Kiki ini.
Baca juga: Di Depan 500 Pelaku UMKM Wanita Tabanan, OJK Ingatkan Hati-hati Bermain Medsos
Ditambahkannya, di balik keberhasilan BPD mendorong ekonomi daerah, sebetulnya masih ada ruang bagi BPD untuk terus berkembang. Dalam menjalankan fungsi intermediasi, BPD dapat lebih meningkatkannya, juga pembinaan dan pendampingan kepada UMKM dan peningkatan literasi keuangan masyarakat daerah.
“Kami melihat bagaimana BPD-BPD ini menyokong perekonomian daerah, misalnya melalui pemberian kredit kepada UMKM. Juga ada TPAD di daerah bekerja sama dengan pemerintah daerah. Ini juga sangat baik. Di sini sinergi yang luar biasa karena kami benar-benar masuk ke daerah, memetakan apa permasalahan-permasalahan masyarakat di daerah. Dan kami punya program dengan apa yang disebut kredit pembiayaan melawan rentenir yang banyak di-support BPD, kemudian kami punya generik model pembiayaan untuk petani, nelayan, itu luar biasa,” tukasnya.
Kiki juga menyampaikan, secara kinerja, BPD-BPD tetap mampu tumbuh dengan baik. Berdasarkan data OJK, aset industri BPD yang diwakili 27 bank, pada Maret 2024 tumbuh 5,92 persen year on year menjadi Rp973 triliun. Kemudian kredit dan DPK juga tumbuh baik, masing-masing 7 persen dan 3,6 persen menjadi Rp610 triliun dan Rp752 triliun. Sementara NPL net sangat rendah yakni 0,81 persen.
Lebih jauh, Kiki juga menjelaskan mengenai fungsi edukasi dan pelindungan konsumen yang dijalankan OJK. Menurutnya, kehadiran Undang-Undang No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) merupakan hal yang luar biasa karena menjadi pembaharuan dari UU sebelumnya, yang lebih adaptif dengan kondisi terkini.
Baca juga: OJK Ungkap Sejumlah Peluang dan Tantangan UMKM Perempuan Indonesia, Ini Penjelasannya
Dari lima hal penguatan di UU P2SK, salah satunya adalah penguatan perlindungan konsumen. Di sini konsumen tidak hanya diajarkan mempunyai hak, tapi juga mempunyai kewajiban. Dan ini seimbang dengan pelaku jasa keuangan, yang juga mempunyai hak dan kewajiban.
“Memang OJK didirikan dengan konsep prudential dan market conduct di dalam satu atap. Ini sangat luar biasa. Sekarang pengawasan sektor keuangan satu atap di OJK, dan ditambah dengan market conduct-nya. Ini baik karena pelaku usaha jasa keuangan tidak hanya dituntut untuk memikirkan kesehatan institusinya tapi juga bagaimana perilakunya,” pungkas Kiki. (*) Ari Nugroho