Jakarta – Kementerian Koordinator bidang Perekonomian membeberkan sejumlah tantangan ketersediaan pasokan pangan di antar wilayah Indonesia. Salah satunya, produksi masih terfokus di Pulau Jawa.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan terdapat gap produksi pangan pokok antar wilayah. Di mana Pulau Jawa mendominasi lebih dari 50 persen dari total produksi nasional.
“Produksi pangan pokok masih terfokus di Pulau Jawa atau lebih dari 50 persen dari total produksi nasional dan pulau Sumatra. Sementara wilayah Kalimantan mayoritas pasokan masih mengandalkan dari luar wilayah seperti dari Jawa dan Sulawesi,” kata Ferry dalam acara GNPIP Kalimantan Timur, Rabu 27 Maret 2024.
Baca juga: Kemenko Perekonomian: Volatile Food Masih Jadi Tantangan Capai Target Inflasi 2024
Ferry menyebut bahwa ketersediaan pasokan antarwaktu dan antarwilayah masih menjadi tantangan utama dalam stabilitas harga pangan. Untuk itu diperlukan optimalisasi penggunaan teknologi budidaya, pemanfaatan sarana penyimpanan, perluasan kerja sama antar daerah (KAD), serta penguatan konektivitas antarwilayah untuk penguatan pasokan di masing-masing wilayah dan menekan disparitas harga antarwilayah.
Ferry melanjutkan, untuk mengurangi gap itu kerja sama antar daerah perlu untuk diperkuat. Salah satunya, melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
“Program pokok dari GNPIP untuk meningkatkan kerja sama antar daerah. Ini mungkin satu hal yang mungkin juga kita harapkan bisa mengurangi gap antar waktu maupun antar wilayah, sehingga memberikan kontribusi terhadap penguatan maupun harga,” jelasnya.
Adapun, pemerintah telah membuat langkah kebijakan untuk meredam kenaikan harga pangan, utamanya harga beras. Pertama, menjaga jumlah stok cadangan beras pemerintah (CBP) cukup dan tersebar sesuai kebutuhan di seluruh Indonesia, termasuk percepatan pemasukan impor di Maret 2024.
Baca juga: Sri Mulyani Wanti-wanti Kenaikan Inflasi Pangan Jelang Ramadan dan Idul Fitri
Kedua, percepatan penyaluran Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di pasar tradisional, distributor diantaranya food station dan Pasar Cipinang, maupun di ritel modern. Ketiga, penyaluran bantuan pangan beras kepada 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Keempat, mengintensifkan pelaksanaan operasi pasar murah maupun gerakan pangan murah. Kelima, pengalihan CBP ke komersial untuk mengendalikan harga beras jenis premium.
“Terakhir, penetapan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium hingga 24 April 2024,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama