Jakarta – Membanjirnya jumlah pekerja asal Tiongkok di Indonesia mulai mengkhawatirkan. Pasalnya, hal ini dinilai akan membawa dampak buruk bagi Indonesia.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Bahlil Lahadalia mengatakan, penggunaan bahasa Indonesia adalah bagian dari idealisme kita sebagai sebuah negara, bukan sebatas aturan formal permenaker. Kehadiran pekerja kasar asing, ujarnya, akan menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat meledak menjadi konflik sosial. “Hal ini akan menjadi pemicu konflik sosial yang sangat serius bila tidak segera ditata dengan baik,” papar Bahlil.
Bahlil sendiri mengaku heran dengan Mentri Tenaga Kerja (Menaker) yang menyanggah keberadaan pekerja asal negeri “Tirai Bambu” tersebut di sektor infrastruktur. “Memang, pekerja China tidak sampai sepuluh juta. Tetapi, pekerja China bukan hanya mempunyai skill khusus, tapi bahkan pekerja kasar pun diboyong dari sana. Ini merupakan penghinaan bagi bangsa dan negara.” ujarnya.
Karena itu Bahlil menantang Menaker yang hanya percaya pada data formal tanpa mau melakukan ricek lokasi. “Menaker harusnya malu dan mengundurkan diri karena tidak mampu menjaga dan melindungi tenaga kerja kita, justru pada saat negara kita sedang banyak pengangguran dan membutuhkan lapangan pekerjaan” imbuhnya.
Bahlil menghimbau agar Menaker mendeteksi berapa jumlah pekerja China yang memakai visa turis dan overstay. “Fakta ini tidak terberitakan. Klaim Menaker akan ada alih ketrampilan dengan kehadiran pekerja asing hanyalah omong kosong,” kritik Bahlil.
Dalam konteks politik ke depan, tambah Bahlil, kita tidak boleh mengabaikan keberadaan pekerja asal Tiongkok di Indonesia hanya semata-mata bekerja. Ia menyayangkan, Menaker berdalih bahwa mereka bekerja hanya enam bulan. “Tapi, siapa yang bisa menjamin? Di Monokwari, mereka sudah mukim satu tahun lebih untuk membangun pabrik semen. Belum lagi di Kalimantan, Sulawesi, Banten” jelasnya.
“Bila Menaker tidak percaya, silakan turun ke daerah-daerah untuk melihat sendiri fakta lapangan,” tantang Bahlil.(*)