Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai potensi masuknya dana repatriasi dari tax amnesty yang mencapai Rp1.000 triliun dapat memicu penggelembungan harga saham, jika tidak dibarengi upaya mengkreasi instrumen investasi di pasar modal.
“Dalam rangka market deepening, kebijakan tax amnesty ini sejalan dengan program pendalaman pasar keuangan. Tanpa supply dan demand yang seimbang, ini bisa terjadi bubble harga saham,” ujar Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal OJK, Nurhaida di Jakarta, Selasa, 26 Juli 2016.
Oleh sebab itu, untuk menghindari kondisi tersebut, kata dia, perlu adanya keragaman produk investasi di pasar modal dalam mengakomodir kebutuhan calon investor yang akan menempatkan dana repatriasi di sistem keuangan Indonesia. “Kami berharap dana repatriasi bisa meningkatkan permintaan terhadap produk di pasar modal,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa sejauh ini OJK terus mendorong supply instrumen investasi selain saham dan obligasi. “Maka kita perlu mendorong supply nya yang bertambah, apakah saham atau obligasi. Saat ini pasar modal sudah berevolusi menjadi tempat bagi dana repatriasi,” jelasnya.
Dia menambahkan, saat ini OJK juga tengah mengupayakan agar dana masuk dari kebijakan amnesti pajak bisa bertahan lebih dari tiga tahun atau bahkan selamanya berada di wilayah Indonesia. “Adanya kalimat di lock-up tiga tahun, terkesan bahwa setelah tiga tahun dana itu akan keluar lagi,” ucapnya.
Ke depannya, dia berharap, perusahaan sekuritas dan Manajer Investasi bisa mengeluarkan produk investasi yang memiliki daya tarik dan mengundang minat investasi secara berkelanjutan. “Tentu semua itu harus tersedia secara baik dan berimbang. Sebagai sumber alternatif pembiayaanm. Pasar Indonesia memiliki peluang ini,” tutupnya. (*)