Pasar Multifinance Digerogoti E-Commerce

Pasar Multifinance Digerogoti E-Commerce

Bisnis multifinance mulai dimasuki e-commerce. Selain bunga yang ringan dan tenor pembiayaan yang panjang, kecepatan proses menjadi magnet e-commerce bagi nasabah. Bagaimana multifinance menyikapi hal itu?

Jakarta – Perluasan pembiayaan yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada pengujung 2014 silam membuat jalan multifinance atau perusahaan pembiayaan kian lapang. Lewat Peraturan OJK (POJK) Nomor 29 Tahun 2014, multifinance diizinkan merambah pembiayaan investasi, modal kerja, pembiayaan infrastruktur hingga bisnis multiguna. Tak hanya itu. OJK pun memberi kesempatan kepada multifinance untuk terlibat dalam Kredit Usaha Rakyat (KUR). Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bahkan menggandeng multifinance untuk ikut membiayai sektor kreatif.

Kendati demikian, perluasan pembiayaan yang sudah satu setengah tahun berjalan seolah tak mampu mendorong kinerja multifinance lebih cepat. Tengok saja, pembiayaan multifinance per Maret 2016 bahkan tumbuh minus 1,19% menjadi Rp365,17 triliun secara tahunan. Selain perluasan pembiayaan yang belum terasa dampaknya, melorotnya pembiayaan dipengaruhi oleh pasar otomotif yang masih lesu pada triwulan pertama tahun ini.
Hal lain, ketatnya persaingan sepertinya juga ikut memengaruhi bisnis multifinance. Benar bahwa perluasan pembiayaan membuat gerak multifinance lebih fleksibel. Namun, di lain sisi, pasar multifinance pun mulai dicuri pemain lain, salah satunya e-commerce.

E-commerce menjadi pesaing yang patut diperhitungkan oleh multifinance. Selain tengah menjadi tren, perkembangannya pesat dalam lima tahun terakhir. Hasil riset Asosiasi E-Commerce Indonesia (Idea) menyebutkan, nilai pasar e-commerce di Indonesia pada 2013 mencapai US$8 miliar atau sekitar Rp94,5 triliun. Angkanya bahkan diprediksi akan meningkat tiga kali lipat pada tahun ini menjadi US$25 miliar atau setara dengan Rp295 triliun. Hal ini yang kemudian membuat pemain e-commerce membludak, mulai dari start up hingga perusahaan sekelas Lippo Group yang kemudian melahirkan Mataharimall.com.

Awalnya produk fesyen mendominasi jualan e-commerce. Namun, hari ini, apa pun bisa kita dapatkan melalui e-commerce. Bahkan, produk yang selama ini menjadi jualan multifinance seperti  barang-barang rumah tangga (durables), elektronik dan gadget, hingga sepeda motor juga tersedia. Konsumen pun dimudahkan lantaran model transaksinya yang beragam. Bisa membayar penuh melalui metode transfer bank atau bayar di tempat. Fasilitas cicilan pembayaran seperti di multifinance belakangan pun tersedia. Barang atau produk elektronik dan perlengkapan rumah tangga hingga sepeda motor bisa dicicil dengan suku bunga hanya 0% dan tanpa down payment (DP).

Dua fasilitas tersebut bahkan mungkin belum bisa dipenuhi multifinance. Seperti diketahui, untuk mendapatkan pembiayaan di multifinance, konsumen harus memberikan sejumlah DP, termasuk untuk produk rumah tangga dan elektronik sekali pun. Untuk pembiayaan sepeda motor dan mobil, konsumen bahkan harus memberikan DP minimal 15% dan 20%.

Beberapa multifinance yang fokus di pembiayaan produk elektronik mungkin tidak lagi menarik DP kepada konsumen. Namun, sebagai gantinya, konsumen biasanya dibebani suku bunga yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk menutup risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu pembiayaan.

Untuk pembiayaan produk elektronik, biasanya suku bunga yang diberikan di kisaran 1,8% sampai dengan 2% per bulan dengan tenor hingga 24 bulan. Sementara itu, suku bunga pembiayaan sepeda motor biasanya mencapai 23% per tahun dengan tenor maksimal 36 bulan.

Guna mengejar berbagai perubahan yang terjadi di pasar, sebenarnya banyak inovasi yang telah dilakukan multifinance. Tak sedikit multifinance yang masuk ranah digital dengan meluncurkan mobile application (mobile apps), kendati fitur-fitur yang tersedia masih sangat terbatas.

PT Adira Dinamika Multi Finance (Adira Finance), misalnya, sejak tahun lalu mulai merambah mobile apps. Willy Suwandi Dharma, Direktur Utama Adira Finance, mengakui mobile apps yang mereka miliki masih dengan fitur yang terbatas. Hingga hari ini, tim di Adira Finance masih terus menggodok layanan tersebut.

“Belum e-commerce beneran karena baru sebatas informasi. Akan terus kami perbaiki,” ujar Willy kepada Infobank, bulan lalu.

Federal International Finance (FIF) Group selangkah lebih maju. Mobile apps yang mereka launching pada Maret lalu punya fitur yang lebih lengkap. Selain informasi, konsumen bisa mengajukan aplikasi pembiayaan. Suhartono, Chief Executive Officer (CEO) FIF Group, mengatakan, pihaknya tak punya target khusus terkait dengan penjualan untuk mobile apps.

“Minimal ada member yang bertambah dan aktif melihat. Kalaupun per hari hanya 10 transaksi itu pun tidak masalah. Yang penting ada branding-nya. Kami melihat ini sebagai peluang,” terang Suhartono.

Selain meracik mobile apps, FIF Group menggandeng e-commerce yang telah ada. Kerja sama dengan e-commerce mereka lakukan melalui FIF Spektra yang selama ini fokus di produk elektronik.

“Kami menyikapi positif dengan pertumbuhan e-commerce saat ini. Kami mencoba mendalami dan akan masuk ke sana,” imbuh Suhartono.

Tidak hanya FIF Group yang mulai menggandeng e-commerce. AEON Credit Service (AEON) juga melakukan hal yang sama. Multifinance asal Jepang ini bahkan menjanjikan proses yang cepat untuk aplikasi yang diajukan konsumen lewat e-commerce.

Apa yang dilakukan FIF Group dan AEON sebetulnya bisa dicontoh multifinance lain. Meski tak memiliki e-commerce sendiri, menggandeng e-commerce yang ada pun rasanya cukup untuk mengikuti perubahan dan persaingan bisnis yang terjadi. Selain menghemat biaya operasional, langkah ini bisa menambah channel penjualan multifinance. Apalagi, opsi transaksi di e-commerce belum banyak melibatkan lembaga keungan nonbank. Pembayaran lebih banyak didominasi oleh opsi transfer, pembayaran langsung atau melalui kartu kredit.

Keberadaan e-commerce yang saat ini begitu booming memang menjadi tantangan tersendiri bagi multifinance. Kendati demikian, hal itu tak sepenuhnya menutup jalan multifinance. Sebab, suku bunga minim dan tenor pembiayaan menarik hanya bisa dinikmati konsumen yang memiliki kartu kredit. Sayang, tak semua orang memiliki dan tertarik untuk memiliki kartu kredit. Dengan regulasi baru yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), pemilikan kartu kredit pun tak semudah dulu. Ada batasan usia bagi pemilik maupun pemegang kartu tambahan. Besarnya penghasilan juga menjadi salah satu syarat pemilikan kartu dan plafon yang mereka dapatkan. Bagi bank, regulasi ini mungkin tak begitu meguntungkan. Namun, bagi multifinance justru ini adalah peluang. Novita Adi Wibawanti

Related Posts

News Update

Top News