Bandung – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan memiliki tugas baru sebagai penjamin polis nasabah asuransi. Ini sesuai mandat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK)
Mandat ini membuat nasabah asuransi makin ‘lega’. Pasalnya, LPS siap menjamin akan membayar klaim nasabah, meskipun perusahaan asuransi telah dicabut izinnya.
“LPS akan membayarkan klaim sesuai dengan cakupan dan ketentuan yang akan ditetapkan,” kata Sekretaris LPS Dimas Yuliharto dalam LPS Media Workshop di Bandung, 8 November 2023.
Baca juga: LPS jadi Penjamin Polis, AAJI Yakin Minat Masyarakat Berasuransi Tumbuh
Dia mencontohkan, nasabah telah mengasuransikan mobilnya kemudian hilang. Lalu, mobil tersebut memiliki nilai pertanggungan Rp1 miliar dan setelah di-underwriting nilai pertanggungannya turun menjadi Rp999 juta.
“Nah setelah diputuskan (pertanggungannya) di tanggal 31 Desember ternyata belum dibayar, asuransinya dicabut (izin) per 1 Januari. Karena perusahaan yang dicabut udah ikuti program penjaminan polis, maka LPS memiliki kewajiban untuk membayarkan klaim tersebut,” ujar Dimas.
Namun, lanjut Dimas, dalam membayarkan klaim asuransi tersebut, LPS tetap akan melihat coverage-nya dari asuransi nasabah.
“Tapi lihat dulu coveragenya yang akan dilakukan LPS. Kalau coveragenya sampai Rp2 miliar nasabah dapat Rp999 juta cash. Tapi kalau coverage-nya Rp500 juta akan dapat R500 juta,” tambah Dimas.
Tak hanya itu, kata Dimas, apabila kasusnya nasabah sudah membayarkan polis selama setahun ke depan tetapi ternyata baru tiga bulan perusahaan asuransi dicabut izinnya. LPS juga memiliki wewenang untuk memindahkan polis nasabah asuransi yang dicabut izinnya tersebut ke perusahaan lain.
“Misalnya asuransi mobil bayar Rp12 juta selama setahun mulai 1 Oktober. Tapi jalan tiga bulan izin usaha asuransinya dicabut. Uang yang sudah masuk Rp12 juta baru jalan tiga bulan Rp3 juta, masih sisa Rp9 juta. Biasanya untuk biaya agen, biaya administrasi akhirnya sisa uang Rp9 juta jadi 7 juta,” kata Dimas.
“Uang Rp7 juta ini mau diapakan, mau dialihkan ke asuransi lain atau dibayar Rp7 juta. Kalau program penjaminan, dipindahkan supaya bisnisnya enggak putus, tetap di lembaga keuangan,” tambahnya.
Penjaminan polis asuransi ini sebagai upaya pemerintah guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap asuransi.
“Diharapkan dengan program tersebut semakin banyak orang berasuransi. Jadi nanti 2028 akan banyak orang yang berasuransi,” katanya.
Implementasi penjamin polis asuransi akan berjalan pada 2028. Artinya, LPS memiliki waktu selama 5 tahun untuk mempersiapkan program penjamin polis.
Baca juga: LPS Cairkan Rp280 Miliar Bayar Klaim Simpanan Nasabah BPR KRI
“Ada beberapa yang kita siapkan yakni organisasinya. Secara organisasi, LPS sudah menunjuk direktur eksetkutif yang menangani program polis ini,” kata Dimas.
Nantinya, LPS bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan menetapkan tingkat kesehatan bagi perusahaan asuransi yang ikut penjaminan polis.
“Saat ini, ambang batas Risk Based Capital (RBC) yang saat ini 120 persen, kemungkinan akan naik. Taruhlah dinaikkan 150 persen, maka perusahaan asuransi kalau ingin ikut program penjaminan polis harus mencapai 150 persen, kalau tidak bisa berarti dia tidak bisa ikut. Ini sifatnya wajib tapi harus memenuhi tingkat kesehatan yang ditetapkan LPS dan OJK,” tutupnya. (*)