Jakarta – Bank Indonesia (BI) bakal menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder dengan denominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI, Rahmatullah mengungkapkan instrument moneter baru ini guna memperdalam pasar keuangan valas untuk menyeimbangkan suplai dan demand di market.
Baca juga: Mitigasi Gejolak Pasar Keuangan, Ini Dia 2 Instrumen Baru yang Diterbitkan BI
“Nanti pelaku-pelaku di pasar primer di SVBI dan SUVBI ini dia bisa langsung menjual ke klien-nya termasuk klien asing. Nanti bank akan menjual kepada klien, nanti antar klien juga bisa berjualan bisa jual ke nasabah-nasabah asing atau dalam negeri,” kata Rahmat dalam Taklimat Media, Rabu 8 November 2023.
Namun, Rahmat menjelaskan bahwa instrumen ini tidak boleh dijadikan sebagai underlying pembelian dolar, sehingga tidak akan menambah permintaan dolar di Indonesia.
“Kecuali, kalau ada institusi di Indonesia yang sudah punya dolar seperti eksportir, konsultan atau lain-lain, daripada menempatkan dolar di Singapura katakanlah untuk mendapatkan rate yang lebih baik atau ditempatkan di deposito, silahkan masuk kesini (SVBI & SUVBI), termasuk juga perbankan. Sehingga ini diharapkan dapat menarik investor asing,” jelas Rahmat.
Dia pun mengatakan, dalam lelang instrumen SVBI dan SUVBI minimal transaksi USD1 juta dengan kelipatan USD100 ribu. Jadi memang instrumen ini di targetkan untuk investor high network professional dan institusional.
Baca juga: Redam Rupiah, Cadangan Devisa RI Anjlok USD1,8 Miliar Tinggal Segini Sisanya
Selain itu, katanya, ini pun menjadi moment yang tepat untuk menerbitkan kedua instrument moneter tersebut. Sebab, saat ini sedang terjadi fenomena cash is the king terutama dalam instrument dolar.
“Contohnya sekarang T-bills itu soverign sekitar 5,3, sementara UST 10 tahun sekarang sudah di 4,6, itu mengindikasikan kekhawatiran ke ekonomi dan lain-lain, serta ekspektasi pendekatan yang dilakukan oleh Federal Reserve (The Fed),” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra