Manila–Guna merangsang pengembangan sektor swasta dan meningkatkan partisipasi swasta dalam proyek infrastruktur, Asian Development Bank (ADB) menyetujui untuk menyalurkan pinjaman sebesar US$500 juta kepada Indonesia.
Pemberian pinjaman ADB ke Indonesia ini, seiring dengan sudah dijalankannya berbagai reformasi kebijakan untuk mengurangi hambatan investasi dan mendorong kerjasama publik-swasta (public-private partnership), yang selama ini diperlukan.
Menurut Direktur ADB untuk Indonesia, Steven Tabor, pinjaman tersebut merupakan pinjaman kedua ADB untuk Indonesia di bawah Program Peningkatan Investasi dalam mempercepat Pertumbuhan (Stepping up Investments for Growth Acceleration Program).
“Indonesia sudah mengambil sejumlah langkah penting dalam meningkatkan iklim investasi, termasuk mencabut penghambat Kerja sama Publik-Swasta dan memangkas kerumitan peraturan,” ujar Steven, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 28 Juni 2016.
Dia menilai, terbitnya dua belas paket reformasi ekonomi sejak September 2015 lalu, menunjukkan bahwa tekad pemerintah untuk melakukan perbaikan besar-besaran terhadap iklim investasi saat ini.
Pasalnya, peraturan yang memberatkan, serta biaya yang tinggi untuk mendirikan dan menjalankan usaha, telah menghambat investasi baru dan mengakibatkan Indonesia hanya berada di peringkat 109 dari 189 negara dalam laporan Bank Dunia tahun 2016 tentang kemudahan menjalankan usaha. Peringkat ini jauh di bawah negara-negara tetangga.
“Indonesia perlu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru, agar bisa kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih inklusif. Investasi swasta berperan sangat penting untuk mendorong perekonomian yang kuat dan lebih terdiversifikasi,” tambah ekonom ADB Departemen Asia Tenggara, Rabin Hattari.
Menurutnya, untuk tahap pertama, program reformasi pemerintah mencakup penetapan batas kepemilikan asing yang lebih tinggi di bidang transportasi darat, perkapalan dan pengelolaan pelabuhan. Lalu, pembentukan kantor khusus untuk merumuskan kebijakan pengadaan lahan dan pengembangan kerangka untuk sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement).
“Di tahap kedua reformasi, berbagai langkah diambil untuk mengurangi pembatasan investasi, merampingkan proses memulai dan menjalankan usaha, serta memperluas jenis kerja sama publik-swasta,” ucapnya.
Sedangkan tahap ketiga program ini, yang akan dilaksanakan mulai Juli 2016 hingga Juni 2018, akan mencakup langkah-langkah lanjutan guna memperluas reformasi berbasis bukti, meningkatkan kemudahan menjalankan usaha, menguatkan kerjasama publik-swasta, dan meningkatkan sistem pemerintah untuk pengadaan secara elektronik.
ADB, yang berbasis di Manila, dikhususkan untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan yang menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan integrasi kawasan. Didirikan tahun 1966, ADB akan menandai 50 tahun kemitraan pembangunan di kawasan ini pada Desember 2016.
ADB dimiliki oleh 67 anggota, dan 48 di antara berada di kawasan Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia. Pada 2015, keseluruhan bantuan ADB mencapai $27,2 miliar, termasuk pembiayaan bersama (cofinancing) senilai $10,7 miliar. (*)
Editor: Paulus Yoga