IAI Dorong Transformasi Menjadi Solusi Masa Depan Perpajakan

IAI Dorong Transformasi Menjadi Solusi Masa Depan Perpajakan

Jakarta – Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai, saat ini pergeseran besar sedang terjadi dalam pajak internasional. Kemunculan big data yang didorong oleh pertukaran otomatis informasi (AEoI) dan industri e-commerce yang berkembang pesat, membuat otoritas pajak harus menjalani transformasi digital di bidang perpajakan.

Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI, Ardan Adiperdana mengatakan, transformasi di bidang perpajakan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi untuk meningkatkan pendapatan pajak, mengurangi biaya kepatuhan dan administrasi, mendorong transparansi, dan memungkinkan penekanan pada kegiatan yang bernilai tinggi.

Ia juga menyoroti sifat dinamis transfer pricing, yang secara historis berlandaskan konsep nexus atau kehadiran yang dapat dikenai pajak. Pendekatan tradisional ini mengalami gelombang transformasi karena inisiatif Pilar Satu yang diinisiasi The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang berfokus pada pembentukan sistem perpajakan internasional yang lebih adil.

Baca juga: Pemasukan Pajak Digital Naik Terus, Sekarang Segini Totalnya

“Pengenalan perhitungan pajak minimum melalui Pilar Dua harus mematuhi prinsip arm’s length. Penyesuaian penciptaan nilai dan pertimbangan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) juga akan memengaruhi penentuan arm’s length. Akuntan, sebagai pemain penting, memiliki peran instrumental dalam menavigasi lanskap pajak internasional yang terus berubah dan transformasi pajak digital,” ujarnya dikutip 21 Oktober 2023.

Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Iwan Djuniardi, menyatakan bahwa saat ini sedang terjadi pergeseran paradigma pada ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi dewasa ini telah bergeser dari barat ke timur, terlihat dari naiknya pertumbuhan perusahaan berstatus Fortune 500 di negara-negara Asia Pasifik.

Aspek lain yang harus diantisipasi secara serius adalah pesatnya otomasi secara global yang mengubah model bisnis secara drastis. Pada 2045, diperkirakan lebih dari 50% industri global akan mengimplementasikan otomasi dalam proses bisnisnya. Otomasi ini diperkuat dengan meningkatnya transaksi digital yang menggantikan transaksi tunai. Namun di sisi lain, pertumbuhan ini sekaligus meningkatkan ancaman siber yang harus diantisipasi oleh para pelaku industri dan regulator di seluruh dunia.

Iwan Djuniardi menekankan bahwa berbagai kondisi di atas telah mendorong otoritas pajak di seluruh dunia menyesuaikan kebijakan serta memodernisasikan administrasi perpajakannya. Pemerintah Indonesia juga melakukan transformasi untuk menjadikan sistem perpajakan Indonesia agar lebih sederhana dan efisien.

Implementasi core tax system berupa Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang dijalankan DJP, dinilai dapat menyederhanakan proses administrasi perpajakan sehingga lebih efisien bagi wajib pajak. Ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan rasa keadilan bagi wajib pajak, sehingga yang mendapatkan manfaat ekonomi lebih tinggi diharuskan memberikan kontribusi melalui pajak lebih banyak.

Sementara itu, Maqbool Lalljee dari Moody’s Analytics menekankan pentingnya reformasi perpajakan internasional untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak dan yurisdiksi. Menurutnya, peraturan perpajakan bagi perusahaan internasional telah diberlakukan sekitar satu abad yang lalu, berdasarkan undang-undang perpajakan domestik dan perjanjian internasional. Dewasa ini, perkembangan digital telah membuat model bisnis perusahaan besar dan perusahaan multinasional telah berubah, dan tidak ada lagi keharusan memiliki kehadiran fisik di wilayah tertentu.

Baca juga: Target Pajak 2024 Naik, Ini Strategi Sri Mulyani

Sejak awal tahun 1990-an, semakin mudah bagi perusahaan besar/perusahaan multinasional untuk mengalihkan keuntungannya ke yurisdiksi dengan pajak rendah atau tanpa pajak, terutama melalui peningkatan penggunaan dan eksploitasi aset tak berwujud. OECD memperkirakan kerugian akibat praktik perpajakan yang tidak adil itu berkisar antara 240 miliar hingga lebih dari 480 miliar dolar Amerika setiap tahun.

“Proyek BEPS OECD/G20 yang dimulai pada tahun 2013 telah menghasilkan pengembangan peraturan baru berdasarkan Pilar Satu dan Pilar Dua untuk mereformasi dasar peraturan perpajakan perusahaan internasional dan memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil di mana pun mereka beroperasi,” ucap Maqbool.

Untuk mencari solusi masa depan perpajakan Internasional yang lebih adil, International Tax Conference (ITC) 2023 pun digelar di Legian, Bali, dengan mengambil tema Trends of the Future: International Tax, Transfer Pricing, and Digital Tax Transformation.

ITC 2023 dihadiri oleh pemangku kepentingan perpajakan dari dalam dan luar negeri. Hampir 300 peserta dengan berbagai latar belakang, mengikuti seminar perpajakan internasional yang diselenggarakan secara hybrid oleh Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) IAI, bekerja sama dengan Moody’s Analytics dan didukung oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. ITC 2023 merupakan penyelenggaraan ke-10 kerja sama KAPj IAI dan Moody’s Analytics. (*)

Related Posts

News Update

Top News