Jakarta – Perseteruan antara dua food vlogger ternama di Indonesia masih jadi buah bibir warganet, khususnya di media sosial Twitter X. Food vlogger Farida Nurhan dan Codeblu sempat menjadi trending topic di Twitter.
Kronologi Perseteruan Farida Nurman vs Codeblu
Awal perseteruan antara food vlogger Farida Nurhan dan Codeblu ini bermula dari riview yang dilakukan Codeblu terkait dengan makanan di Warung Oseng Madun Nyak Kopsah.
Dalam riview-nya, Codeblu menganggap sejumlah makanan di Warung Oseng Madun Nyak Kopsah tak seenak yang dikatakan banyak orang.
Baca juga: Tujuh Bisnis Raffi Ahmad Bangkrut, Tinggal Segini Harta Kekayaannya Sekarang?
Bahkan, akun Codeblu menilai sejumlah menu yang disajikan di warung itu menggunakan bahan baku yang tidak segar.
Review tersebut direspons oleh Farida Nurhan, yang kebetulan memiliki kedekatan dengan pemilik warung Bang Madun. Dia tak terima dengan review jujur dari Codeblu.
Farida menegur Codeblu hingga saling serang di media sosial. Bahkan, Farida menyebarkan data pribadi tanpa izin (doxing) dan membongkar nama asli Codeblu, hingga menyinggung fisik Codeblu.
Tak terima dengan doxing dan body shaming yang dilakukan Farida, akun Codeblu mendesak Farida yang akrab disapa Omay ini untuk meminta maaf secara pribadi dan publik.
Apabila tak dilakukan dalam kurun waktu 1×24 jam, maka akan dilaporkan ke polisi oleh Codeblu.
Tanggapan Farida Nurhan
Farida pun menanggapi permintaan dari Codblue. Dia rupanya enggan untuk meminta maaf. Bahkan, dia menantang agar Codeblu melaporkannya ke polisi dan akan mengikuti prosedur sebagai masyarakt yang patuh hukum.
“Tidak, silahkan laporkan saya ke pihak berwajib kalau menurut and aitu perlu. Sebagai WNI yang baik saya akan mengikuti peraturan dan panggilan dari pihak yang berwajib apabila saya dipanggil,” ujar Farida Nurhan di Insta Story pada Minggu, 24 September 2023.
Hukuman Doxing
Perbuatan doxing terdapat pada Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2OO8 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menetapkan perbuatan yang dilarang dan sanksinya.
Doxing juga diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Pasal 30 ayat (1) jo. Pasal 46 ayat (1) UU ITE menerapkan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp600 juta, atas akses ilegal terhadap sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
Sedangkan pada Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat 2 UU ITE mengancam hukuman pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda maksimal Rp700 juta atas akses ilegal terhadap komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan memperoleh informasi dan/atau dokumen elektronik.
Kemudian, Pasal 30 ayat (3) jo. Pasal 46 ayat (3) UU ITE mengancam hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda maksimal Rp 800 juta, atas tindakan melawan hukum melakukan penerobosan, melampaui, atau penjebolan terhadap sistem pengamanan komputer.
Ada juga, Pasal 32 ayat (1) jo pasal 48 ayat (1) mengancam hukuman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar, atas perbuatan melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan, suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain, atau milik publik.
Ada juga Pasal 32 ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak, atau melawan hukum dengan cara apapun, memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan /atau denda maksimal Rp3 miliar.
Baca juga: 6 Fakta Rumah Produksi Film Dewasa di Jaksel, Raup Cuan Hingga Ratusan Juta
Terakhir, Pasal 32 ayat (3) jo. Pasal 48 ayat (3), UU ITE mengenakan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar atas perbuatan membuka akses informasi elektronik yang sifatnya rahasia, sehingga dapat diakses publik.
Sedangkan dalam UU PDP ketentuan meliputi larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian subyek data pribadi. (*)