Jakarta – Dalam survei literasi keuangan pada 2022 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat tingkat literasi keuangan untuk penduduk berusia 15-17 tahun baru sebesar 43,28 persen, di mana angka tersebut lebih rendah dari tingkat literasi secara nasional 49,68 persen.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan, bahwa hal itu menandakan masih banyak kalangan milenial yang mengabaikan konsep-konsep dasar dalam mengelola keuangan.
Baca juga: Dorong Literasi Keuangan ke Pelajar, Begini Langkah Bank DKI
“Mungkin mereka paham tapi belum mengamalkan yang sederhana, misalnya konsep high risk high return, itu pun kadang-kadang tidak diamalkan, pokoknya high return sikat tapi tidak dipertimbangkan high risknya,” ucap Aman dalam kegiatan Financial Literacy Roadshow bertema “Visi Indonesia Emas 2045: Milenial Melek Keuangan, Cari Cuan dan Aman” yang digelar Infobank Digital bekerja sama dengan OJK dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) yang digelar di Depok, Jawa Barat, 6 September 2023.
Kemudian, Aman menambahkan terdapat prinsip lainnya yang sering diabaikan oleh para milenial, yaitu dari sisi penempatan produk investasi hanya di satu tempat, padahal seharusnya investasi bisa disebar melalui macam-macam produk.
“Prinsip kedua yang sangat sederhana dalam berinvestasi adalah dont put all your eggs in one basket, ini prinsip diversifikasi produk yang saya kira selalu diajarkan tapi juga sering belum diamalkan,” imbuhnya.
Baca juga: Literasi Masih Rendah, Sri Mulyani Ingatkan Masyarakat Hal Ini Sebelum Berinvestasi
Adapun, saat ini banyak juga nasabah yang masih belum memahami perihal aturan bunga yang ada pada industri jasa keuangan, sehingga dapat menimbulkan selisih paham antara nasabah dengan penyelenggara industri jasa keuangan.
Selain itu, dengan semakin maraknya digitalisasi, generasi milenial sering mendapatkan tawaran-tawaran yang menarik akan produk yang menggiurkan di media sosial dan tawaran tersebut seringkali dapat dibayarkan melalui skema cicilan yang sebenarnya dapat menyesatkan jika mengalami kredit macet. (*)
Editor: Galih Pratama