Jakarta–Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah pada tanggal 26 Februari 2016 lalu.
Tujuan Bank Sentral mengeluarkan aturan hedging syariah tersebut untuk memitigasi risiko nilai tukar, sejalan dengan meningkatnya transaksi valas baik oleh perbankan maupun nasabah syariah seperti dana haji dan umroh.
Menurut Deputi Gubernur BI Hendar, hedging syariah memiliki tiga karakteristik yang unik. Pertama, hedging syariah tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif sehingga wajib memiliki underlying.
Lalu yang kedua, transaksi ini hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi risiko nilai tukar di masa mendatang terhadap mata uang asing yang tidak dapat dihindarkan.
Dan terakhir, kata Hendar, adanya penggunaan akad muwa’adah. Akad ini mengatur bahwa transaksi lindung nilai syariah akan didahului oleh forward agreement.
“Rangkaian forward agreement untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saling berjanji,” ujar Hendar, di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
Ketersediaan instrumen pasar valas yang sesuai dengan prinsip syariah, merupakan salah satu bentuk dukungan BI terhadap pengembangan dan pendalaman pasar keuangan syariah di Indonesia.
Sementara dukungan lainnya ditunjukkan dengan kesetaraan kebijakan/regulasi BI baik kepada keuangan syariah maupun keuangan konvensional dan tersedianya operasi moneter syariah untuk pengelolaan likuditas valas. (*)
Editor: Paulus Yoga