Oleh Rahmat Mulyana, Associate INDEF dan Dosen IAI Tazkia
DALAM rangka turut mengisi diskursus Visi Indonesia 2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang sedang digodok saat ini, izinkan kami menawarkan beberapa gagasan sebagai urun pandangan tentang langkah strategis untuk mencapai visi jangka panjang terpenting ini karena bertepatan dengan 100 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Izinkan kami mencoba memberikan gambaran solusi atas kesenjangan yang harus diisi demi mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
Kinerja Ekonomi dan Evaluasi Kritis
Perekonomian Indonesia telah mencapai banyak prestasi penting. Sebagai negara dengan populasi keempat terbesar dan ekonomi ke-10 berdasarkan purchasing power parity (PPP), Indonesia memainkan peran global.
Kemiskinan berkurang lebih dari setengah sejak 1999 menjadi di bawah 10% pada 2019. Struktur ekonomi yang beragam meliputi pertanian, industri, dan jasa memberikan pertumbuhan seimbang. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,1% per tahun selama dekade terakhir. Inflasi juga rendah, 3,5% per tahun. Ditambah lagi prestasi di perdagangan, ekspor, impor, FDI, investasi infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Namun, tentunya masih ada berbagai kekurangan. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menurun sejak 2015, pendapatan nasional bruto per kapita tertinggal, sektor manufaktur dan perdagangan kalah bersaing, juga tanda-tanda deindustrialisasi.
Baca juga: Indonesia Emas 2045 Butuh Pemimpin Kuat dan Bernyali
Dalam KTT INDEF 8 Agustus 2023, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, sektor jasa saat ini menjadi dominan. Indonesia jadi negara berbasis jasa dalam dasawarsa terakhir. Mayoritas bekerja di sektor jasa (55,8%). Sektor penghasil barang (44,2%). Bursa Efek Indonesia juga didominasi perusahaan jasa (60%). Pun penerimaan pajak dari sektor jasa 60%, sementara sektor penghasil barang 38%. Industri pengolahan memang berkontribusi besar terhadap PDB (18,25%), tapi angkanya mengecil.
Jika industrialisasi terus menurun dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi 2023 menurun sampai 4,9%, di bawah target 5,3%. Solusinya adalah tingkatkan pendapatan melalui sektor manufaktur. Hal ini juga disadari oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga Rencana Jangka Panjang Negara (RJPN) salah satunya akan difokuskan pada reindustrialisasi.
Utang didominasi obligasi domestik, R&D rendah, inovasi kurang. Penerimaan dan rasio pajak perlu perhatian. Rasio pajak terendah dalam setengah abad. Di lain sisi, pengangguran terbuka 5,5%, pekerja informal dominan, juga tantangan tenaga kerja.
Menghitung Target Capaian Menuju 2045
Berdasarkan info resmi tentang Visi Indonesia 2045, kita bisa melihat beberapa target secara spesifik yang ditampilkan. Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan data 2022 atau 2023 (tergantung ketersediaannya), maka dapat diringkaskan apa yang harus dikejar sebagai target sampai 2045 adalah sebagai berikut:
Indikator Kinerja | Kondisi Saat Ini (2022/2023) | Target 2045 |
PDB per kapita (US$) | 4.174 | 23.199 |
Tingkat kemiskinan (%) | 9,7 | 0 |
Rasio Gini | 0,38 | 0,32 |
Indeks Pembangunan Manusia | 0,72 | 0,84 |
Indeks Daya Saing Global | 4,3 | 5,7 |
Dalam hal PDB per kapita, terdapat selisih mencapai US$19,025 antara situasi saat ini dan target yang diharapkan pada 2045. Upaya untuk mencapai target ini akan memerlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,5% per tahun hingga 2045.
Salah satu pendekatan yang diusulkan adalah dengan meningkatkan investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) hingga mencapai 4,5% dari PDB, melakukan diversifikasi sektor ekonomi dengan fokus pada pengembangan sektor-sektor yang diutamakan, serta memperkuat daya saing ekspor melalui peningkatan pasokan dan permintaan.
Sementara itu, dalam mengatasi tingkat kemiskinan, terdapat perbedaan sebesar 9,7% antara situasi saat ini dan target yang ditetapkan untuk 2045. Ini berarti Indonesia perlu mengangkat sekitar 26 juta orang dari garis kemiskinan dalam periode tersebut. Langkah-langkah yang dapat diambil mencakup pemulihan daya beli masyarakat dan pelaku bisnis, peningkatan program perlindungan sosial dan kesejahteraan, serta pengurangan ketidaksetaraan dan disparitas antarwilayah.
Dalam rangka mengurangi ketidaksetaraan pendapatan, Indonesia perlu berupaya untuk mengurangi selisih saat ini sebesar 0,06 pada rasio gini hingga 2045 sesuai dengan data dari paparan Bappenas. Pendekatan untuk mencapai hal ini mencakup percepatan dalam pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kualitas dan aksesibilitas pendidikan, layanan kesehatan, serta infrastruktur yang mendukung. Semuanya dalam kerangka pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam konteks peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia harus meningkatkan nilai indeksnya sekitar 16,7% dari situasi saat ini hingga 2045. Pencapaian ini dapat diperoleh melalui peningkatan daya saing dalam penelitian dan inovasi, pengembangan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, serta penerapan kebijakan berdasarkan bukti yang kuat.
Baca juga: Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial jadi Kendala Visi Indonesia Emas 2045
Terakhir, dalam hal Indeks Daya Saing Global, Indonesia perlu menaikkan daya saingnya sekitar 32,6% dari situasi saat ini hingga 2045. Peningkatan ini memerlukan pemanfaatan teknologi revolusi industri 4.0, penguatan ketahanan ekonomi, pembenahan tata kelola, dan peningkatan kualitas lembaga pemerintah. Target angka 5,7 pada 2045 secara kasar akan menempatkan Indonesia di antara 20 besar negara yang paling kompetitif secara global.
Indikator yang dibahas di atas tentunya bukan daftar final. Ini masih terus dinamis dengan banyak sasaran antara di baliknya. Misalnya, untuk meraih pertumbuhan ekonomi 6,5% yang konsisten selama 20 tahun tentunya banyak sasaran antara yang perlu dilakukan. Bagian berikut ini membahas apa yang harus dikerjakan agar capaian tersebut bisa diwujudkan secara komprehensif.
Mengisi Kesenjangan Sampai 2045
Indonesia menetapkan tujuan untuk menjadi negara yang lolos dari middle income trap pada 2036 dan tentunya makin sejahtera pada 2045 dengan target yang sudah disampaikan di depan.
Untuk mencapai tujuan ini, kami sudah melakukan penelitian dan dapat disampaikan di sini bahwa yang harus dilakukan adalah dengan fokus pada lima area kunci yakni: ekspansi atau pertumbuhan, pembangunan yang inklusif, sumber daya manusia, keberlanjutan lingkungan, serta pembenahan tata kelola dan penguatan institusi.
Resep yang kami ajukan ini adalah racikan dari Visi Indonesia 2045 ditambah beberapa faktor yang kami saring dari berbagai hasil penelitian di bidang ini. Berikut ini adalah penjabaran atas lima hal tersebut.
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan merupakan agenda krusial bagi Indonesia. Dalam usaha untuk mencapai status negara maju pada 2036 dan meningkatkan kesejahteraan hingga 2045, pencapaian pertumbuhan rata-rata 6,5% per tahun pada PDB menjadi keharusan. Hal ini mengharuskan peningkatan PDB per kapita hingga tiga kali lipat dari level saat ini. Investasi besar dalam infrastruktur dan konektivitas menjadi faktor penting yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan penuh peluang pekerjaan.
Upaya meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi juga menjadi agenda kunci. Indonesia perlu merampingkan regulasi dengan tujuan membuka pintu bagi investasi domestik dan asing. Terutama, iklim bisnis yang ramah terhadap usaha kecil dan menengah (UKM). Itu sangatlah penting. Peningkatan dalam keragaman ekonomi juga perlu untuk mewujudkan produk ekonomi yang makin kompleks dan beragam dalam persaingan global.
Selanjutnya, untuk mencapai pembangunan yang inklusif, perlu diperkuat fokus pada sektor-sektor prioritas dan pembangunan regional. Dengan meningkatkan produktivitas di sektor seperti manufaktur, pariwisata, dan pertanian, serta meningkatkan konektivitas antardaerah, Indonesia dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antarwilayah.
Baca juga: RI Dinilai Sulit Mencapai Visi Indonesia Emas 2045, Ini Alasannya
Pemberdayaan badan usaha milik negara (BUMN) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi poin krusial dalam upaya mencapai pertumbuhan inklusif. Selain kontribusi finansial, BUMN diharapkan mampu memberikan dampak sosial, seperti penciptaan lapangan kerja dan kontribusi terhadap PDB.
Di sisi pengembangan sumber daya manusia, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi esensial dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil dan produktif. Dengan pendidikan sepanjang hayat, pengembangan karakter, serta perlindungan kesehatan dan pangan, Indonesia dapat mempersiapkan tenaga kerja yang adaptif dan inovatif dalam menghadapi dinamika ekonomi.
Keseimbangan lingkungan juga menjadi faktor tidak kalah pentingnya, dengan penggunaan energi terbarukan yang diperluas, praktik pertanian berkelanjutan, perlindungan hutan, dan promosi ekowisata. Semuanya berkontribusi pada pelestarian kekayaan alam dan kualitas lingkungan yang berkelanjutan.
Terakhir, penguatan institusi adalah landasan kuat bagi pertumbuhan yang berkelanjutan. Melalui penguatan supremasi hukum, demokrasi substantif yang ditingkatkan, dan layanan publik yang lebih baik, Indonesia akan memiliki fondasi yang kuat untuk pembangunan inklusif dan responsif. Secara geopolitik, kekuatan kepemimpinan regional dan global juga perlu ditingkatkan, untuk menjaga kepentingan nasional dan berkontribusi aktif dalam kerja sama internasional.
Dengan menerapkan inisiatif-inisiatif strategis ini, Indonesia dapat menuju arah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan masyarakat yang lebih sejahtera.
Pilihan Jalan ke Depan
Sebagai penutup, kami ingin menekankan pentingnya memiliki strategi pembangunan yang jauh lebih komprehensif daripada sekadar rencana. Roger L. Martin, seorang pemikir terkemuka di bidang manajemen yang bertengger di peringkat teratas dalam daftar Thinker50.com selama beberapa tahun terakhir, dengan tegas menyatakan bahwa “rencana bukanlah strategi”.
Baca juga: Indonesia Diprediksi Jadi Negara Ekonomi Terkuat di Dunia pada 2045, Kok Bisa?
Perbedaan ini memiliki implikasi yang sangat mendasar dalam menghadapi tantangan pembangunan ekonomi Indonesia saat ini. Meskipun langkah-langkah perencanaan telah diambil, namun tampaknya belum terbentuk suatu strategi yang kokoh dan definitif.
Selanjutnya, terdapat pepatah yang sering dikaitkan dengan Peter Drucker, tokoh guru di bidang manajemen yang menekankan signifikansi pengukuran dalam pengelolaan yang berhasil, yaitu “Jika Anda tidak bisa mengukurnya, Anda tidak bisa mengelolanya.”
Ungkapan tersebut menggarisbawahi peran sentral pengukuran dalam mengevaluasi kinerja, pengambilan keputusan yang obyektif, penetapan serta pencapaian tujuan, peningkatan kinerja, akuntabilitas, dan umpan balik – semuanya adalah elemen penting dalam mengelola kemajuan pembangunan nasional.
Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi yang optimal, RJPN harus ditransformasikan menjadi kumpulan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator/KPI) yang terukur dan terlaksana dengan baik.
Michael Porter, seorang ahli strategi kompetitif yang terkenal, menguraikan dua aspek pokok dalam mendefinisikan konsep strategi yaitu, perlunya membuat trade-off di antara berbagai pilihan yang sulit dan tekad untuk mengokohkan keunggulan, baik bagi organisasi maupun bangsa secara keseluruhan.
Pendapat itu diperjelas dalam sebuah esai yang dirilis oleh Brookings Institution pada Agustus 2017 berjudul “Making Economic Development Strategies More Strategic– Mengubah Strategi Pembangunan Ekonomi Menjadi Lebih Strategis”, yang ditulis oleh Ryan Donahue dan Brad McDearman.
Karena itu, elemen kepemimpinan dan semangat bersama dalam masyarakat memiliki peranan krusial dalam menentukan arah dan keberhasilan strategi pembangunan. Hanya memiliki rencana tanpa membangun strategi, menyusun ukuran kinerja, kepemimpinan dan tekad yang membaja untuk mewujudkannya dikhawatirkan sekadar akan mewariskan wacana pada akhirnya. Semoga saja tidak demikian. (*)