Konversi Lahan Pertanian Ancam Kedaulatan Pangan

Konversi Lahan Pertanian Ancam Kedaulatan Pangan

Batu–Otoritas Jasa keuangan (OJK) menilai perlu upaya ekstra untuk mengembangkan sektor pertanian, terutama terkait dengan program kedaulatan pangan dari pemerintah, yang justru terhambat dari sisi ketersediaan lahan akibat terus dikonversi menjadi berbagai proyek.

“Mengutip dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, bahwa dewasa ini keberlanjutan sektor pertanian-tanaman pangan tengah dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian yang terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan nonpertanian yang terjadi secara masif,” ucap Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto dalam FGD Program AKSI-Pangan OJK 2016 di Batu, Jumat, 3 Juni 2016.

Kini lahan sawah lebih menguntungkan untuk dijadikan sebagai real estate, pabrik, atau infrastruktur untuk aktivitas industri lainnya daripada ditanami tanaman pangan. Laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun, dan menurut OJK fenomena ini sangat perlu disikapi secara serius dan segera, apabila tidak maka rencana perwujudan Kedaulatan Pangan akan semakin jauh harapan.

Mengacu pada data Biro Pusat Statistik, Indonesia memiliki luas daratan sebesar 191,09 juta hektar. Dari luas daratan tersebut, sekitar 95,81 juta hektar potensial untuk pertanian, yang terdiri dari 70,59 juta hektar berada di lahan kering, 5,23 juta hektar di lahan basah nonrawa, dan 19,99 juta hektar di lahan rawa. Dari luasan lahan potensial tersebut sebagian besar sudah dimanfaatkan untuk pertanian, sisanya masih sebagai lahan cadangan yang menjadi potensi perluasan lahan pertanian yang perlu digarap secara profesional dengan melibatkan banyak pihak yang berwenang, berkompeten dan berkepentingan.

Selain itu, tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memiliki budaya kerja keras merupakan potensi tenaga kerja pertanian. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumah tangga masih menggantungkan hidupnya pada sektor Pertanian.

“Besarnya jumlah tenaga kerja tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengan sebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk pengembangan pertanian yang berdaya saing,” tandas Rahmat. (*)

 

Related Posts

News Update

Top News