Jakarta – Di tengah resesi berbagai negara di dunia, kelompok negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) diyakini tidak akan tergelincir ke jurang resesi.
Sejumlah prediksi ekonom global menyebut, beberapa kondisi menunjukan bahwa negara-negara Asean cukup kuat ditengah badai ketidakpastian ekonomi global.
“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan moderat (sedang) di kawasan Asean. Kondisi ini karena adanya dorongan pasca pembukaan pembatasan aturan COVID-19,” kata Senior Economist DBS Bank Radhika Rao, kepada Infobanknews, Selasa, 6 juni 2023.
Menurutnya, efek resesi di beberapa negara di kawasan Asean hanya menyebabkan perlambatan di sejumlah sektor seperti manufaktur dan ekspor lantaran kehilangan momentum meski output jasa masih berjalan dengan baik.
“Namun di tahun ini, terjadi peningkatan ekonomi dari pembukaan kembali ekonomi China yang tidak sama seperti yang diasumsikan sebelumnya,” jelasnya.
Diakuinya, pertumbuhan ekonomi yang melambat di negara-negara ekonomi utama akan membatasi keuntungan di berbagai kelompok negara komoditas, sehingga membenani kinerja perdagangan Indonesia.
“Namun, kami tidak memperkirakan Indonesia akan mengalami resesi karena permintaan domestik yang cukup tinggi sehingga menjadi penyeimbang perlambatan sektor perdagangan,” terangnya.
Meski demikian, pertumbuhan Indonesia secara tahunan berjalan normal di kisaran 5% dibanding periode tahun sebelumnya sebesar 5,3%. Selain itu, memperhitungkan tren pra-pemilu yang akan terlihat di paruh kedua lebih lambat dari tahun 2023.
Senada, Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, dampak resesi global hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di Tanah Air.
Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir tahun 2022.
“Ekspor Indonesia memang mengalami perlambatan laju ekspor saat ini, akan tetapi itu ter-cover oleh daya beli domestik yang masih solid,” terangnya.
Apalagi kata dia, pada periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat seiring kegiatan kampanye Pemilu 2024 berlangsung. Ekonomi di Tanah Air diproyeksikan akan tumbuh 5,05% pada 2023, atau sedikit lebih rendah dari tahun 2022 sebesar 5,31%.
Meski dampak resesi tidak memberikan pengaruh besar bagi Indonesia, dirinya mewanti-wanti untuk tetap waspada akan ketidakpastian ekonomi global.
Diketahui, ekonomi Jerman kini tengah menghadapi serangkaian ujian yang sangat berat. Inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I-2023.
Kantor Statistik Federal menyebut, ekonomi Jerman mengalami kontraksi 0,3% secara kuartalan, menyusul kontraksi serupa sebesar 0,5% pada kuartal IV-2022.
Pun begitu dengan Singapura. Ekonomi Negeri Singa itu terancam mengalami resesi setelah mengalami kontraksi pada kuartal I/2023.
Badan Statistik Singapura melaporkan, Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kenaikan 0,4% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Namun, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2023 terkontraksi 0,4% dibandingkan kuartal sebelumnya, berbalik dari pertumbuhan 0,1% pada kuartal IV/2022.
Jurus Jitu Terhindar Resesi Ekonomi
Berbagai jurus jitu bisa dilakukan sebuah negara agar terhindar dari resesi ekonomi. Antara lain, melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor maupun produk andalan ekspor, fokus pada produksi ekspor yang memiliki high value added, penguatan struktural ekonomi dengan berbasis aktivitas domestik.
“Sebuah negara juga harus melakukan disiplin menjaga keseimbangan anggaran fiskal domestik dan penerapan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi fundamental negara,” kata Myrdal.
Di lain sisi, untuk mengatasi perlambatan yang tajam, bank sentral dapat memilih untuk melonggarkan kebijakan terlebih dahulu jika inflasi kembali terjadi. Selain itu, pengeluaran pemerintah juga dapat ditingkatkan untuk melawan risiko perlambatan.
“Negara-negara seperti Indonesia memiliki kendali yang lebih tinggi karena pembukuan fiskal telah terkonsolidasi sejak pandemi sehingga jauh lebih cepat daripada negara-negara tetangga,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra