Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial jadi Kendala Visi Indonesia Emas 2045

Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial jadi Kendala Visi Indonesia Emas 2045

Jakarta – Dalam kerangka pikir dari Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dalam visi Indonesia Emas 2045, terdapat sasaran visi untuk mengurangi kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia dinilai masih memiliki sejumlah tantangan.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Budaya Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami menyebutkan, penurunan kemiskinan terindikasi melambat sejak dihantam pandemi Covid-19. Di mana angka kemiskinan pada tahun 2020 sebesar 10,19% meningkat dibandingkan dengan 2019 yang sebesar 9,22%. Namun, kembali menurun pada tahun 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 9,71% dan 9,57%.

“Tapi kemudian pelan-pelan ada proses pemulihan dan itu artinya ada potensi dan kekuatan internal yang menjadi pendorong bagi kita bahwa kita mampu mengatasi kemiskinan, yang dalam 20 tahun ke depan menuju 0%,” ujar Amich dalam Konsultasi Publik Rangka penyusunan RPJPN 2025-2045, Jumat, 19 Mei 2023.

Kemudian, Indonesia masih menghadapi kesenjangan isu partisipasi pendidikan, baik di wilayah maupun kesenjangan layanan pendidikan antar kelompok pendapatan. Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan SMA/SMK/MA/Sederajat tahun 2021 dari antar sosial ekonomi menunjukan APK keluarga 20% keluarga termiskin sebesar 73,21% dan APK keluarga 20% keluarga terkaya 96,74%.

“Kelompok keluarga kaya itu relatif tinggi partisipasinya dibandingkan dari keluarga tidak mampu dengan selisihnya kurang lebih 20%. Jadi intervensi berupa kebijakan afirmatif harus menyasar pada anak-anak dari keluarga tidak mampu sehingga mencapai setara atau mendekati sama ketimpangannya,” jelasnya.

Selain itu, tantangan selanjutnya yaitu status kesehatan rendah karena kapasitas sistem yang rendah. Di mana Angka Kesehatan Ibu (AKI) masih tinggi yaitu 189/100.000 kelahiran hidup, stunting tinggi sebesar 21,6%, tuberkolosis peringkat ke-2 dunia, kusta peringkat ke-3 dunia, dan prevalensi obesitas 21,8%.

Kemudian, kapasitas sistem kesehatan rendah, dimana 56,4% fasilitas kesehatan tingkat pertama terakreditasi dan 51,14% puskesmas tidak tersedia 9 jenis nakes sesuai standar.

“Kalau kita pada 20 tahun ke depan bercita-cita membangun manusia unggul dan kompetitif maka tidak ad acara lain kecuali kita meningkatkan layanan Pendidikan, kesehat yang prima yang kemudian penduduk usia muda dan produktif memanfaatkan bonus demografi masuk ke pasar kerja, maka akan memasuki jenis-jenis pekerjaan menengah dan tinggi, sehingga akan menyumbang laju produktifitas tenaga kerja yang bersangkutan,” ungkapnya.(*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News