Krisis Bank di AS-Eropa Bisa Picu Gejolak Pasar Keuangan

Krisis Bank di AS-Eropa Bisa Picu Gejolak Pasar Keuangan

Jakarta – Beberapa bulan terakhir, sejumlah perbankan besar di Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengalami kebangkrutan atau kolaps.

Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan, hal tersebut berimbas pada ekonomi dunia dan menimbulkan gejolak pasar keuangan global.

“Kita lihat kembali ada bank di AS yang mengalami kegagalan di akhir bulan April 2023 akibat tekanan di harga saham maupun dari sisi kapitalisasi marketnya, karena memang sentimen terhadap kinerja dari First Republic Bank,” ujar Dian dalam acara Mandiri Economic Outlook Kuartal II-2023, Selasa, 9 Mei 2023.

Menurut Dian, kegagalan beberapa bank tersebut memicu kekhawatiran peningkatan resesi di AS. Sehingga, berdampak pada pelemahan dolar AS serta memicu ekpektasi pasar global dimana The Fed akan segera mengakhiri kebijakan moneter ketatnya.

“Namun, dampak terhadap pasar keuangan global dapat diminimalisir berkat respons yang cepat dari otoritas keuangan di AS dan Eropa, sehingga gejolaknya masih bisa dikendalikan,” katanya.

Baca juga: Menkeu Jamin RI Aman dari Dampak AS Gagal Bayar Utang

Lebih lanjut, Dian mengungkapkan, krisis perbankan global yang terjadi saat ini tidak serupa dengan krisis perbankan di tahun 2008. Dilihat dari indikator CDS (Credit Default Swap), pada saat SVB (Silicon Valley Bank) kolaps, CDS Indonesia masih sangat rendah yaitu di level 100,22, dibandingkan dengan di tahun 2008 yang sebesar 691,36.

“Kemudian, pergerakan nilai tukar rupiah saat kolapsnya SVB justru rupiah menguat, sementara di 2008 kita mengalami depresiasi rupiah yang cukup besar,” ungkapnya. 

Terlebih, hingga saat ini, perbankan Indonesia masih relatif terlindungi dari dampak gagalnya perbankan AS, karena eksposur yang relatif sangat terbatas. Dilihat dari berbagai indikator perbankan Indonesia masih cukup resilient menghadapi gejolak global. Kualitas aset perbankan pun masih terjaga dengan rasio NPL yang cenderung terus menurun sejalan dengan pemulihan ekonomi.

“Selain itu permodalan perbankan juga masih sangat kuat dengan rasio kecukupan modal berada pada 26%, jauh di atas ketentuan,” jelasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News