Jakarta – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai bahwa investasi pada instrumen surat utang atau obligasi khususnya obligasi pemerintah (SBN) cukup menarik. Hal ini karena tingkat suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI) sudah mencapai puncaknya, yaitu 5,75%.
“Kami menilai investasi pada obligasi tenor menengah-panjang cukup menarik saat ini agar dapat memanfaatkan momentum harga yang masih menarik di tengah suku bunga yang masih tinggi,” ucap Head of Fixed Income Mirae Asset, Nita Amalia dalam Media Day di Jakarta, 13 April 2023.
Lebih lanjut, Nita menilai obligasi bertenor pendek masih cenderung berfluktuasi mengingat prospek ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian.
“Meski begitu, sejak awal tahun, return obligasi juga masih positif terutama seiring dengan semakin tingginya kepercayaan investor asing pada efek utang pemerintah Indonesia,” imbuhnya.
Baca juga: Transaksi Saham Belum Maksimal, Ini Penjelasan BEI
Ketertarikan tersebut dicerminkan oleh porsi kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh investor asing yang mencapai Rp818,53 triliun atau setara dari 14,89% nilai beredar pada akhir Maret. Posisi investor asing pada obligasi pemerintah tersebut naik dari Rp762,19 triliun atau 14,36% dari nilai beredar per akhir 2022.
Selain masuknya investor asing ke pasar efek utang Indonesia, ada dua faktor positif lain yang dapat mendukung return investasi investor pada obligasi, yaitu sifat obligasi yang stabil dengan potongan pajak yang rendah, serta naiknya target nilai penerbitan obligasi pemerintah tahun ini.
Sedangkan dari sisi sifat instrumen, obligasi sering dianggap sebagai instrumen yang lebih stabil dan lebih pasti dibanding dengan instrumen investasi lain atau bahkan sering dinyatakan sebagai “penjaga kekayaan” karena pergerakannya yang stabil.
Sementara itu, Senior Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menilai bahwa persepsi risiko pasar akan membaik pada semester-II 2023. Di mana saat ini kebijakan moneter masih berfokus kepada stabilitas, sampai dengan adanya kepastian mengenai arah suku bunga di Amerika Serikat (AS).
Untuk saat ini, kata Rully, obligasi tenor menengah-panjang akan cenderung lebih aman karena potensi fluktuasi pasar masih cukup tinggi mengingat ketidakpastian ekonomi global juga masih tinggi.
“Karena itu, guna menghindari risiko gejolak pasar pada obligasi tenor pendek, kami menyarankan berinvestasi pada tenor menengah-panjang, atau artinya di atas 3 tahun,” ujar Rully pada kesempatan yang sama.
Baca juga: Setelah IPO Perusahaan Wajib Transparan, Pengawasan Makin Optimal
Rully memprediksi, tahun ini akan menjadi tahunnya investasi obligasi mengingat berakhirnya siklus pengetatan moneter di dalam negeri. Sedangkan di luar negeri, khususnya AS, siklus pengetatan moneter kemungkinan akan berakhir pada semester I-2023.
“Kondisi fundamental makroekonomi dan perbankan yang masih kuat, serta tingkat imbal hasil yang kompetitif mendorong daya tarik pasar obligasi di Indonesia,” tambahnya. (*)
Editor: Galih Pratama