Jakarta – Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) sebelumnya telah menghapus kebijakan Unit Usaha Syariah (UUS) untuk wajib spin off di 2023 dan memberikan mandat tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menyatakan bahwa kriteria dan syarat kewajiban spin-off UUS akan diatur dengan memperhatikan strategi konsolidasi perbankan sehingga proses spin-off UUS dapat menghasilkan Bank Umum Syariah yang kuat dan berpegang pada prinsip syariah.
“Selain itu, dalam rangka penguatan kelembagaan, akan diatur penguatan kepengurusan dan infrastruktur pendukung UUS antara lain permodalan dan penyusunan rencana dan strategi pengembangan UUS,” ucap Mirza dalan RDKB OJK Februari lalu.
Oleh karena itu, sejalan dengan semangat UU PPSK, saat ini OJK juga tengah menjajaki berbagai opsi kebijakan yang dapat mendukung agar UUS yang nantinya spin-off dapat bertransformasi menjadi perusahaan asuransi/penjaminan syariah yang sehat dan kuat.
Sehingga, proses spin-off UUS tidak semata-mata diimplementasikan dengan pertimbangan kewajiban berdasarkan regulasi semata, namun juga berdasarkan kesiapan dari UUS itu sendiri untuk mampu tumbuh secara berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang lebih optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Melihat hal itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah, menyatakan bahwa kondisi dari UUS sendiri masih belum siap untuk spin off atau lepas dari induk banknya, meskipun kondisi tersebut dapat berbeda di masing-masing bank.
“Belum bisa spin off, kalau dipaksakan spin off akan berisiko gagal, jadi perpanjangan waktu untuk dilakulannya spin-off menurut saya adalah sesuatu yang tepat,” ucap Piter kepada Infobanknews dikutip, 17 Maret 2023.
Menurutnya, UUS masih memiliki prospek yang baik, hanya saja pengembangannya ke depan masih akan bergantung pada induknya yang secara konsisten berada di pasar syariah.
“Konsistensi ini termasuk dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang kapabel. Selama ini banyak Bank yang tidak cukup serius menggarap pasar syariah ini. Hal ini yang harus dipersiapkan secara sungguh-sungguh oleh UUS dalam rangka persiapan spin off,” imbuhnya.
Senada, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menyatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu hal yang perlu didukung dalam mendorong penguatan UUS.
“Dulu sih ada istilah orang-orang yang dipindahkan ke syariah itu adalah orang-orang yang second class, sekarang udah ngga, udah mulai bagus tapi memang kemudian secara kompetensi belum seragamlah,” ucap Amin kepada Infobanknews.
Kemudian, menurutnya SDM yang berada di konvensional memang masih lebih mumpuni dibandingkan dengan yang syariah, tetapi hal tersebut hanya masalah waktu dan kapasitas dari SDM-nya itu sendiri, sehingga perlu adanya perhatian khusus.
“Yang saya tahu ini masalah jam waktu kapasitas dan mungkin di beberapa bank besar ini tidak menjadi masalah, jadinya ini yang harus menjadi perhatian, OJK perlu memerhatikan itu,” imbuhnya.
Tidak hanya soal SDM, hal lain yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan digitalisasi yang masih lemah, infrastruktur, sistem, dan juga prosedur.
“Keterkaitan antara induk dan kemudian syariahnya melalui dewan pengawas syariah yang ditunjuk MUI dan sebagiannya itu kadang masih suka ngga nyambung komunikasinya sehingga itu masih banyaklah itu perlu perbaikan, artinya ini mengikat kepada infrastruktur, sistem, sop, dan seterusnya dikerjakan yang sinkron dengan induk,” ujar Amin.
Lebih lanjut, Amin menjelaskan bahwa hal-hal penting tersebut tentunya sudah pasti dibahas oleh OJK bersama industri, serta asosiasi-asosiasi perbankan baik konvensional, maupun syariah, untuk menentukan nasib UUS ke depannya.
“Karena setau saya beberapa bank besar itu sudah melakukan kajian, baik itu bank nasional, seperti CIMB niaga, maupun OCBC NISP, itu sudah membuat kajian meskipun kemudian ini tidak jadi ya,” tambahnya.
Dirinya percaya bahwa tim OJK saat ini sudah pasti memiliki konsep yang lebih baik dan komprehensif yang akan dikaitkan juga dengan konglomerasi, serta pengawasan terintegrasi antara induk dan anak usahanya.
“Saya percaya di tim OJK sekarang itu mereka pasti akan punya konsep yang lebih komprehensif dan lebih bagus karena sudah dikaitkan juga nanti dengan konglomerasi dan pengawasan terintegrasi dari induk sampai dengan anak usaha yang terkait, khususnya di industri jasa keuangan secara keseluruhan dan saya rasa itu akan menjadi perhatian khusus oleh OJK periode sekarang,” tutup Amin. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra