Potensi Emas dan Pembentukan Bullion Bank di Indonesia

Potensi Emas dan Pembentukan Bullion Bank di Indonesia

Oleh Telisa Falianty, Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas

Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) Tahun 2023 di Jakarta, 6 Februari 2023 kembali menegaskan pentingnya hilirisasi komoditas pertambangan di dalam negeri sebagai upaya meningkatkan nilai tambah domestik. Setelah berhasil melakukan hilirisasi nikel pada 2020, pemerintah berencana melanjutkan untuk komoditas tambang, salah satunya emas.

Pengembangan Bullion Bank dilakukan di berbagai negara, di antaranya ialah India sebagai pasar perhiasan emas terbesar di dunia, perbankan emas dinilai sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tantangan dan membangun posisi India di pasar emas global. Selain itu, Australia sebagai eksportir emas terbesar keenam di dunia di bawah Swiss, Hong Kong, Inggris, Amerika Serikat, dan United Emirates. The Perth Mint yang dimiliki Australia dianggap sebagai proxy pasar emas dan merupakan anggota dari London Bullion Market Association (LBMA) dan salah satu refinery emas terbesar di dunia. China memulai Bullion Bank sejak dicabutnya larangan kepemilikian emas secara individu dan diluncurkannya produk tabungan dan deposito emas.

Singapura pada tahun 1960 juga telah menjadi pusat distribusi emas untuk Asia Tenggara, dengan sebagian besar emasnya bersumber dari London dan Zurich dan dimulai sejak dibebaskannya tarif PPN atau good and services tax (GST) untuk emas dan diidirikannya kilang emas terakreditasi internasional. Produk yang Bullion Bank meliputi aktivitas yang berkaitan dengan transaksi logam mulia termasuk jasa pembiayaan, penyimpanan, perdagangan, vaulting, kliring, dan jasa lainnya.

Beberapa bank di dunia menawarkan jasa Bullion Bank seperti Credit Suisse, JP Morgan, UBS, HSBC, Scotia Bank dan ICBC yang merupakan pemain utama di dunia. Pembentukan Bullion Bank di dalam negeri sendiri didasari oleh beberapa hal, yaitu untuk memberikan nilai tambah emas dalam negeri yang belum optimal, tren global pascapandemi menjadikan emas sebagai safe haven yang penting, serta akses perdagangan emas yang lebih luas di banyak negara peers.

Berdasarkan data, pada tahun 2020, Indonesia mengekspor emas sebesar USD6,31 miliar, berada pada posisi pengekspor emas terbesar ke-20 di dunia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, produksi emas di Indonesia mencapai 70 ton dengan volume ekspor sekitar 17, 7 ton dan volume impor sekitar 60,91 ton. Seentara, Data World Gold Council (WGC) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 3,42% cadangan emas dunia atau 78,57 ton cadangan emas dunia.

Selama 5 tahun terakhir, harga spot emas dunia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Per Februari 2023, harga spot emas dunia sudah mengalami pertumbuhan 41,52% sejak Februari 2018 atau tumbuh sebesar USD545,6 per troy ounce. Per Februari 2023 harga emas ANTAM juga telah mengalami pertumbuhan 57,25% secara jika dibandingkan dengan 16 Februari 2018 atau meningkat Rp371.000 per gram.

Masyarakat semakin melihat peluang dari emas. Dari aspek regional, data BPS menunjukkan rata-rata persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki emas atau perhiasan minimal sepuluh gram di tahun 2022 paling besar adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 28,61% dan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 27,81%, sedangkan kepemilikan emas paling rendah berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 5,61%.

Pendirian Bullion Bank diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Bagi pemerintah, Bullion Bank dapat menghemat devisa serta memiliki multiplier effect karena nilai tambah produk emas yang meningkat. Bullion Bank bagi industri dapat menjadi sumber pembiayaan proyek dan meningkatkan efisiensi dalam proses produksi emas karena biaya pengiriman yang lebih rendah dan seharusnya lebih cepat karena disediakan bank domestik.

Bagi bank, kehadiran Bank Bullion dapat menciptakan diversifikasi produk. Bagi masyarakat, menabung dalam emas cocok dengan selera masyarakat yang memiliki risk appetite yang rendah, Bullion Bank akan meningkatkan kepuasan nasabah dan dapat mengurangi biaya-biaya terkait transaksi dan investasi dalam bentuk emas fisik, serta dapat mendorong pendalaman keuangan (financial deepening).

Bullion bank juga dapat membantu dari sisi inklusi finansial karena seharusnya dapat menjadi kolateral bagi pinjaman bagi masyarakat termasuk UMKM seperti yang terjadi di India maupun penetrasi emas di Jerman yang terbilang tinggi karena dibantu oleh peran bank rakyat dan koperasi.


Regulasi Bullion Bank, Aspek Resiko dan Persiapan ke Depan
Melalui Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pemerintah memasukkan ketentuan mengenai kegiatan usaha Bullion. dalam Pasal 130. Kegiatan usaha Bullion adalah kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan (LJK).

LJK yang melakukan kegiatan usaha emas batangan wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aspek ekosistem lain seperti pasar fisik emas digital di Bursa Berjangka juga telah resmi berjalan di Indonesia berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) No 4 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital. Namun dengan adanya UU PPSK ini, pengawasan emas digital telah berpindah ke OJK. Produk derivatif dari gold ke depannya juga dapat dikembangkan sebagai alat untuk diversifikasi aset dan hedging. Contohnya adalah Gold Exchange Traded Fund (Gold ETF). ETF dapat mengkombinasikan antara fleksibilitas investasi saham dan simplisitas investasi emas.

World Bank melalui kajiannya mengingatkan terdapat tiga risiko yang timbul dengan implementasi Bullion Bank, yakni credit risk, market risk. dan operational risk, serta berbagai risiko lain yang mungkin muncul. Peran BI, OJK, Bappepti, dan pemerintah (Kemenko Perekonomian, Kementrian Keuangan, Kementrian BUMN) perlu terus disinergikan untuk memitigasi berbagai risiko yang muncul.

Salah satu pekerjaan rumah terbesar untuk keberhasilan implementasi Bullion Bank adalah pemetaan dan penciptaan permintaan emas karena konsumsi emas per kapita di Indonesia yang masih relatif rendah, yakni sekitar 0,1 gram per kapita pada 2020 (WGC, 2021). Riset-riset mengenai preferensi masyarakat dan dunia industri terhadap emas juga perlu ditingkatkan.

Pada akhirnya, persiapan utama dibutuhkan dari dukungan regulasi termasuk insentif pembebasan PPN pada transaksi emas sebagai syarat perlu, infrastruktur termasuk pembangunan lebih banyak refinery dan vaulting emas, SDM, peranan pendukung seperti lembaga yang dapat berperan sebagai pembeli wholesale untuk menjaga kestabilan harga emas dan manajemen risiko untuk pembentukan ekosistem awal Bullion Bank.

Related Posts

News Update

Top News