Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi korban penipuan berkedok kerja sama penjualan online telah berhasil mendapat keringanan atau restrukturisasi pinjaman dari empat platform penyedia pinjaman dana yang digunakan saat kejadian.
Jumlah korban mahasiswa yang mendapatkan keringanan 121 orang dengan 197 pinjaman, dengan total pinjaman Rp650,19 juta dan tagihan tertinggi Rp16,09 juta. Angka ini merupakan data yang berhasil dihimpun Posko Pengaduan Satgas Waspada Investasi (SWI) yang berada di kampus IPB sampai 23 November 2022 lalu.
Rincian jumlah korban berdasarkan pinjaman di tiga perusahaan pembiayaan dan satu fintech peer to peer lending, yakni Akulaku 31 mahasiswa dengan outstanding Rp66,17 juta, Kredivo 74 mahasiswa dengan outstanding Rp240,55 juta, Spaylater 51 mahasiswa dengan outstanding Rp201,65 juta, dan Spinjam 41 mahasiswa dengan outstanding Rp141,81 juta.
“Dari data ini, OJK kemudian memfasilitasi komunikasi mahasiswa dengan tiga perusahaan pembiayaan dan satu platform penyedia pinjaman itu untuk dipertimbangkan mendapatkan penyelesaian terbaik. Selanjutnya, empat perusahaan dimaksud telah menyetujui memberikan relaksasi melalui restrukturisasi penghapusan pokok, bunga, dan denda sesuai kebijaksanaan dari masing-masing perusahaan,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, Ogi Prastomiyono, pada konferensi pers secara virtual, Senin, 19 Desember 2022.
OJK juga sudah melakukan pendalaman terhadap empat perusahaan tersebut, dan tidak menemukan indikasi pelanggaran perlindungan konsumen dari pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) kepada konsumen atau korban.
Kasus ini merupakan penipuan berkedok investasi dengan mengarahkan para mahasiswa untuk melakukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer lending legal yang kemudian uangnya digunakan untuk transaksi di toko online yang diindikasikan terafiliasi dengan pelaku penipuan.
Meski demikian, OJK sudah melakukan pembinaan dan meminta kepada empat perusahaan tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko melalui penguatan analisis data calon peminjam serta meningkatkan sistem early warning fraud detection.
“Dari sisi literasi keuangan, OJK melihat kejadian yang menimpa mahasiswa IPB merupakan pelajaran dan catatan penting karena menimpa kalangan mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki literasi keuangan yang baik,” terang Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi.
Friderica tuturkan lebih lanjut, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03%.
Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10%, meningkat dibanding survei sebelumnya di 2019, yaitu 76,19%. Hal tersebut menunjukkan jarak antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16% di 2019 menjadi 35,42% di 2022.
“Namun demikian, jarak tersebut harus terus diturunkan,” tambah Friderica.
Ia terangkan bahwa OJK akan terus memperkuat dan memperluas program literasi keuangan di masyarakat melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi secara offline, online, serta melalui kampanye nasional yang masif dan penguatan sinergi serta aliansi strategis dengan berbagai pihak.
Di 2023, OJK akan fokus membangun literasi keuangan masyarakat desa melalui aliansi strategis dengan Kementerian/Lembaga Terkait, Perangkat Desa dan penggerak PKK Desa, dan Mahasiswa KKN serta intensifikasi pemanfaatan Learning Management System Edukasi Keuangan (LMS Edukasi Keuangan), khususnya bagi kalangan pelajar dan mahasiswa.
Selain itu, sasaran prioritas literasi keuangan tahun 2023 adalah pelajar/santri, UMKM, penyandang disabilitas dan masyarakat daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Sedangkan sasaran prioritas inklusi keuangan tahun 2023 adalah segmen perempuan, pelajar, mahasiswa dan UMKM, masyarakat di wilayah perdesaan, dan sektor jasa keuangan syariah.
Di sisi perlindungan konsumen, OJK juga terus memperkuat program dan kebijakannya untuk membantu masyarakat menyelesaikan permasalahannya dengan pelaku usaha jasa keuangan. Steven Widjaja