Jakarta – Setiap pribadi manusia hingga suatu organisasi tentu ingin bisa mandiri dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Kemandirian kemudian dianggap sebagai suatu tolak ukur keberhasilan individu atau suatu entitas.
Semakin mandiri individu atau suatu entitas dalam menentukan tujuannya, maka hal itu bisa dilihat sebagai suatu tekad yang kuat untuk mencapai suatu visi. Konsep serupa juga berlaku untuk industri perbankan. Lembaga perbankan yang mandiri dalam menentukan tujuan bisnis yang ingin dicapai akan membawa keuntungan karena memiliki keleluasaan dalam mengembangkan layanan bisnisnya.
Nick Edwards selaku Head of Account Management Temenos APAC, menyampaikan bahwa lembaga perbankan yang independen dalam mengembangkan bisnisnya otomatis memahami sistem perbankan seperti apa yang cocok untuk lembaganya.
Setidaknya ada tiga hal di bawah ini akan dirasakan oleh lembaga perbankan yang independen dalam menentukan tujuan pengembangan bisnisnya.
Teknologi Cloud Banking yang Berkembang
Teknologi cloud dewasa ini terus berkembang. Teknologi cloud yang memudahkan penyimpanan data hingga pengelolaan aplikasi layanan membuatnya semakin digemari oleh pelaku bisnis, tanpa terkecuali dari kalangan perbankan.
Penghematan pemakaian storage dan cost menjadi beberapa keunggulan yang ditawarkan oleh teknologi cloud. Nick Edwards mengatakan bahwa Temenos sebagai penyedia solusi IT berbasis platform digital juga secara konsisten melanjutkan investasinya pada teknologi cloud ini.
“Jadi, kita lanjut berinvestasi pada pondasi dari banking platform, dan kita invest banyak pada model delivery kita yang kita sebut Temenos Banking Cloud, yang membuatnya lebih mudah untuk merancang dan memakai serta menyatukan teknologi menggunakan segala keuntungan dari cloud,” ujar Nick saat ditemui Infobanknews pada acara Infobank – Temenos Regional Forum 2022 bertajuk “Everyone’s Banking Platform”, yang diadakan di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Selasa, 20 September 2022.
Menurut Nick, lembaga perbankan tidak harus bergantung pada platform cloud Temenos untuk memanfaatkan layanan cloud. Mereka boleh memiliki dan mengembangkan sistem cloud mereka sendiri, dan Temenos akan menjadi pendukung sistem cloud tersebut. Ini akan membuat perbankan menjadi lebih leluasa dalam menciptakan ekosistem cloud yang cocok dengan gaya mereka.
“Jadi, itulah tentang menjadi cloud native. Kita bangga menyatakan bahwa kita cloud agnostic bahwa kita bisa beroperasi pada berbagai cloud provider. Itu benar-benar adalah pilihan perbankan bagaimana mereka mau menjalankan sebuah software,” tutur Nick.
Layanan Software yang Simpel
Software sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem digital. Tanpa software yang mumpuni, maka transformasi digital akan jadi sia-sia. Maka dari itu, dibutuhkan layanan software yang simpel dan efisien untuk bisa meningkatkan kualitas customer experience.
Keleluasaan perbankan dalam mengembangkan sistem operasi IT seyogianya berdampak pada software yang menyediakan layanan secara simpel dan efisien.
“Jadi, ketika anda mentransformasi organisasi anda, anda perlu untuk berpikir membuatnya tetap simpel dan karena saya berasal dari Australia, saya mengetahui banyak perbankan di sana mulai mencoba untuk menyederhanakan operasi IT mereka dengan menjalankan software dan mengkonsolidasikannya pada jumlah-jumlah yang lebih kecil dalam digital,” terang Nick.
Ia lalu menyarankan kepada bankir-bankir di Indonesia untuk memperhatikan customer experience, dengan merancang struktur operasi IT yang sederhana untuk membuat customer experience yang nyaman.
“Semua hal yang terjadi di Australia terjadi juga di sini. Jadi, saran saya bagi bankir-bankir di Indonesia, mereka perlu berpikir tentang bagaimana customer experience-nya, bagaimana kita menciptakan kenyamanan untuk menopang pengalaman perbankan bagi konsumen. Namun juga mereka perlu berpikir tentang bagaimana kita bisa membuat sebuah struktur operasi IT yang simpel untuk mendukung customer experience yang nyaman,” ucapnya.
Mandiri dari Pihak Ketiga
Salah satu hal yang dirasakan oleh lembaga perbankan yang telah mandiri adalah kurangnya ketergantungan dengan pihak ketiga. Pihak ketiga seperti vendor penyedia solusi IT tentunya membantu lembaga perbankan untuk bertransformasi, tetapi sifat terlalu bergantung pada pihak ketiga malah menghambat transformasi perbankan.
Hal ini dikarenakan sistem yang dipasang oleh pihak ketiga bisa saja tidak tepat dengan arah tujuan pertumbuhan suatu bank.
“Jadi, kalau boleh dikatakan bank tidak mengendalikan sendiri destiny atau tujuan mereka. Dan itu oke kalau anda bank kecil, anda harus outsource karena anda tidak punya sumber daya manusia, tidak punya anggaran IT-nya, akan tetapi untuk bank BUKU 3 dan BUKU 4, anda bisa berpendapat bahwa semestinya mereka lebih mengambil kendali,” ungkap Nick.
Masalah biaya testing yang mahal juga menambah kompleksitas persoalan ketika bank bergantung penuh pada pihak ketiga. Jika bank mampu melakukan transformasi digital dengan lebih independen, maka bisa saja biaya-biaya yang dikeluarkan menjadi lebih hemat.
“Jadi, di masa depan khususnya untuk industri perbankan di sini seyogianya dapat lebih mengambil kendali dan memperkenalkan arsitektur model perbankan dengan arsitektur berlapis dimana anda bisa membuat perubahan di front end tanpa melakukan percobaan penuh pada perubahan itu. Hal ini adalah kemampuan yang membuat perubahan terjadi lebih cepat di industri dan itulah situasi ketika perbankan memiliki kendali lebih,” Nick menyarankan.
Sistem cloud yang berkembang, layanan software yang simpel, dan mandiri dari pihak ketiga adalah tiga unsur yang bisa dinikmati oleh perbankan yang mandiri dalam mentransformasi teknologi digitalnya. Lembaga perbankan memang seyogianya dapat berdikari dengan tetap mematuhi regulasi yang ada.
Kepatuhan perbankan pada pihak regulator turut menjadi peneguh citra positif perbankan yang akuntabel dan kredibel dalam menjaga kepercayaan nasabahnya. Semoga ke depan semakin banyak lembaga perbankan Tanah Air yang mandiri dan profesional dalam menjaga kepercayaan masyarakat sebagai nasabahnya. (*) Steven