Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi emisi karbon pada tahun 2030. OJK juga akan mempercepat upaya mencapai bisnis keberlanjutan, khususnya dalam kerangka SDG’s (Sustainable Development Goals) dimana Indonesia memiliki potensi besar di dalam perdagangan pasar karbon.
“Ini merupakan kunci penting bagi negara berkembang seperti Indonesia, yaitu kebutuhan yang krusial untuk menyeimbangkan lingkungan dengan ekonomi dan kemajuan sosial,” kata Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam International Seminar on Carbon Trade 2022, Selasa, 27 September 2022.
Pihaknya juga mendorong pihak swasta di Indonesia untuk menjadi bagian dari upaya yang dilakukan pemerintah dan OJK dalam berkomitmen mengembangkan inisiatif dan instrument dalam ekonomi hijau. Per 1 April 2022, pemerintah menerapkan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yaitu penerapan Carbon Tax (Pajak Karbon).
“Meskipun dengan cakupan yang masih rendah, di sinilah Indonesia dapat melangkah dan menggunakan keunggulan sebagai pemimpin untuk menggunakan inisiatif pasar karbon dalam menyediakan pembiayaan alternatif bagi sektor riil,” ungkapnya.
Selain itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin di sektor perdagangan karbon. Dengan memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektar, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar atom karbon. Belum termasuk mangrove dan hutan gambut dengan potensi penyerapan karbon yang lebih besar lagi.
“Berdasarkan angka-angka tersebut saja Indonesia dapat menghasilkan pendapatan sebanyak US$565 miliar dari perdagangan karbon,” katanya.
Dalam hal ini, OJK sebagai regulator pengawasan di industri keuangan memiliki peran dalam mendukung pemerintah dengan membentuk sistem keuangan untuk kemajuan Indonesia dalam mengurangi CO2.
“Kami sedang dalam proses peninjauan untuk berkontribusi pada pengembangan tolak ukur untuk standar keberlanjutan di berbagai sektor ekonomi dan Industri untuk meletakkan dasar bagi pembiayaan hijau,” ucap Mahendra.
Selain itu, Pemerintah telah memberlakukan Keputusan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Sosial. Implementasi penetapan harga karbon melalui beberapa mekanisme, salah satunya perdagangan karbon ini dalam momentum pemulihan pasar.
“Kita akan mendapatkan kerangka peraturan yang jelas untuk otoritas dan pengoperasian pasar karbon dalam Omnibus law yang sudah ada. Baik untuk perdagangan dalam maupun luar negeri, kita juga harus meletakkan infrastruktur sekunder dan pasar primer untuk dapat mendukung operasi pasar karbon,” ungkapnya.
Kemudian, penting untuk menyiapkan mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon untuk memastikan keselarasannya dengan anggaran nasional yang ditetapkan dalam NDC. Industri Jasa Keuangan Indonesia siap mendukung inisiatif ini, meskipun di tengah tekanan dari perlambatan ekonomi global dan inflasi yang tinggi. Namun, sektor keuangan masih kuat didukung oleh intermediasi yang semakin meningkat, likuiditas yang cukup dan modal yang kuat.
“Pasar Modal kita juga tetap solid dengan meningkatnya penggalangan dana dan jumlah investor yang telah melampaui 9 juta. Hampir tiga kali lipat dibandingkan di tahun 2020.Kita harus bergandengan tangan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Inisiatif perdagangan karbon yang kami lakukan secara langsung atau melalui pasar karbon sejalan dengan semangat untuk beralih ke keberlanjutan,” imbuh Mahendra. (*) Irawati