Jakarta – “Saya lebih setuju BTN tidak usah fanatik dengan properti, karena sekarang pendapatan bank paling besar itu di fee based income, bukan lagi di kredit apalagi kredit mortgage (KPR/Kredit Pemilikan Rumah) yang sangat lama”.
Begitu komentar Nusron Wahid, Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR (30/6) dengan beberapa Direktur Utama BUMN termasuk dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Agenda rapat tersebut membahas aksi korporasi perusahaan-perusahaan BUMN. Salah satunya, pemberian Penanaman Modal Negara (PMN) melalui skema rights issue Bank BTN serta isu merger bank ini dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Selain meminta BTN tak lagi fanatik pada properti, mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tersebut, juga menyebut bank ini harus meninjau ulang arah bisnisnya dan tidak lagi berfokus pada penyaluran KPR yang minim cuan.
Jika ditinjau ke belakang, argumen Nusron tersebut berbanding terbalik dengan misi awal Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk BTN. Misi mulia Erick yakni menyediakan rumah yang terjangkau terutama bagi pegawai pemerintah di ibu kota baru, kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan kaum milenial.
Serius mengawal misi tersebut, Erick bahkan langsung melakukan gebrakan dengan merombak jajaran direksi BUMN, termasuk di Bank BTN. Ketika itu, pengusaha sukses pendiri Mahaka Group ini menunjuk Pahala N. Mansury sebagai Direktur Utama Bank BTN mendampingi Chandra Hamzah sebagai Komisaris Utama.
Duet dua sosok tersebut dianggap Erick dapat membawa BTN menjadi ujung tombak pembiayaan perumahan rakyat nasional. “Kita akan pindah ke ibu kota baru, kalau enggak ada fasilitas perumahan buat ASN gimana?,” kata Erick pada akhir 2019.
Bukan tanpa sebab peran sebagai ujung tombak tersebut diberikan kepada BTN. Sejak dipercaya pemerintah menyalurkan KPR pada 1976, bank ini terus membangun infrastruktur dan jaringan yang kuat di sektor perumahan. Istilahnya, penyalur terbesar KPR bagi wong cilik ini sudah paham asam garam dalam penyediaan rumah untuk rakyat.
Memang, jika melihat rapor laporan keuangan bank-bank pelat merah, net interest margin (NIM) BTN merupakan yang terkecil. Tapi, dalam menjalankan bisnisnya, Bank BTN memanggul misi besar yakni menyediakan rumah murah bagi rakyat.
Belum lagi jika melihat dari dampak gandanya. Sektor perumahan sendiri terkait dengan 174 subsektor lain mulai dari semen hingga genteng. Sehingga, ada dampak ekonomi yang berlipat dari sektor ini.
Sektor perumahan pun sebenarnya memiliki potensi besar. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan angka kebutuhan rumah mencapai lebih dari 11 juta unit. Angka tersebut bahkan belum menghitung kebutuhan rumah dari tambahan keluarga baru setiap tahun di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ada 1,8 juta pernikahan di Indonesia setiap tahunnya.
Dengan kebutuhan rumah yang masih tinggi tersebut, tentunya diperlukan dukungan besar dari pemerintah termasuk permodalan bagi Bank BTN. Pasalnya, tambahan modal akan meningkatkan kapasitas kredit sehingga mempercepat penyediaan rumah rakyat.
Sebenarnya, komitmen mulia Erick mengawal misi besar penyediaan rumah murah bagi rakyat tersebut sejalan dengan dasar negara Indonesia. Sebab, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H butir 1 menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin serta bertempat tinggal atau memiliki hunian.
Belum lagi, misi Menteri Kabinet Indonesia Maju ini untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat pun segendang seirama dengan prioritas Presiden Joko Widodo. Jokowi secara jelas menyebutkan misinya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menjamin pembangunan perumahan dan permukiman layak, aman, dan terjangkau bagi rakyat Indonesia. Melalui Program Satu Juta Rumah, Presiden Jokowi bahkan menjanjikan penyediaan satu juta rumah setiap tahunnya bagi masyarakat Indonesia.
Maka, ketika Nusron meminta Bank BTN tak lagi fanatik dengan perumahan di tengah janji pemerintah dan kebutuhan rumah yang masih tinggi, muncul pertanyaan berikutnya. Pertanyaannya, mau dibawa kemana BTN? Dan bagaimana nasib penyediaan rumah bagi rakyat kecil?
Pertanyaan tersebut kini diserahkan di pundak bos BUMN, Erick Thohir. Masihkah peduli pada rakyat atau mengutamakan profit semata?