Solo – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto, menyarakan BPR/BPRS untuk memperkuat permodalan dan melakukan inovasi sebelum go public atau penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“OJK berharap industri BPR/BPRS diperkuat, agar BPR dan BPRS di daerah bisa menjadi ujung tombak penguatan UMKM,” ujar Eko Junianto.
Eko menyampaikan hal itu dalam acara halal bi halal dan silaturahmi Paguyuban Pemegang Saham dan Komisaris (Pesakom) BPR/BPRS Solo Raya bertema “Memperkuat Industri BPR/BPRS Menuju Go Public”, di Solo, Rabu, 25 Mei 2022.
Sesuai POJK No 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR, modal inti BPR minimal Rp3 miliar sampai tahun 2019, dan Rp6 miliar sampai akhir tahun 2024.
“Peningkatan permodalan minimum akan meningkatkan competitiveness BPR/BPRS dengan bank umum, fintech, dan perusahaan pembiayaan,” tegas Eko.
Lebih lanjut Eko berharap, BPR/BPRS agar selalu berpedoman pada ketentuan yang berlaku, menjalankan tata kelola bank secara sehat, dan zero fraud.
“Ini menjadi hal utama karena bisnis bank adalah bisnis kepercayaan sehingga reputasi harus dimitigasi dengan baik,” tegasnya.
Dikatakan Eko, menaikkan volume bisnis dan menjawab tantangan teknologi akan menjamin sustainability finance BPR/BPRS. Untuk itu, BPR/BPRS diharapakan mengikuti perkembangan teknologi, salah satunya melakukan digitalisasi.
“Perkembangan teknologi yang pesat membawa dampak kepada industri jasa keuangan. Makanya, saat ini kita lebih mengedepankan digitalisasi atau inovasi keuangan digital atau IKD,” papar Eko.
IKD bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas pembaharuan proses dan model bisnis yang memberi nilai tambah bagi sektor keuangan di ekosistem digital. “KD berperan penting dalam pelayanan transaksi keuangan yang mudah, murah, dan cepat,” tutupnya. (*) DW