Solo – Industri perbankan merupakan industri yang sarat modal. Agar bisnisnya dapat berlari kencang, modal yang kuat suatu keniscayaan. Terlebih, sekarang ini ketika digitalisasi di industri keuangan menjadi penting. Sedangkan penguatan infrastruktur digital membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
Saat ini banyak BPD yang masih bergulat dengan masalah permodalan. Lebih dari 14 Bank Pembangunan Daerah (BPD) modalnya kurang dari Rp3 triliun atau masih di bawah ketentuan modal inti minimum yang di atur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengungkapkan, POJK Nomor 12 Tahun 2020 mengenai konsolidasi bank umum dan POJK Nomor 12 Tahun 2021 mengenai Bank Umum Dengan Kategorisasi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) merupakan keistimewaan yang diberikan kepada BPD untuk mencari jalan keluar tekait masalah kebutuhan modal inti, yaitu dengan bergabung ke dalam kelompok usaha bank (KUB).
“Bicara digitalisasi, kebutuhan capex dan opex nya sangat besar. Apalagi sekarang cyber security menjadi sangat penting yang semakin lama menjadi konsen para pemilik bank atau kalau BPD para pemerintah provinsi kabupaten/kota,” ujar Yuddy dalam Forum Holdingisasi BPD “Peran Pemilik dan Pengurus dalam Memajukan dan Membuat BUMD Semakin Adaptif Pada Era Digital” yang diselenggarakan Infobank, di Solo, Kamis, 19 Mei 2022.
Yuddy juga mengungkapkan, value bank digital ditentukan dari seberapa kuat dan eksklusivitas ekosistem yang dimiliki. Semakin besar dan lengkap ekosistem yang terkoneksi, maka nilainya juga akan semakin baik. Dalam hal ini, memiliki eksklusivitas ekosistem tersendiri yang berkaitan dengan rantai pengelolaan APBD seluruh pemerintah daerah di indonesia. Saat ini, realisasi APBD per Desember 2021 mencapai Rp1.0087,7 triliun.
Karena itu, menurut Yuddy, BPD sebagai satu kesatuan (holding) akan lebih optimal dalam mengelola ekosistem pemerintah daerah. Konsep holding sendiri dapat dilakukan dengan sinergi antara produk dan jasa ataupun dalam kepemilikan atau penyertaan modal.
Yuddy menjabarkan, dalam holding secara kepemilikan ada dua skema yang dapat digunakan yaitu secara inbreng atau pengalihan saham ataupun dalam kelompok usaha bersama (KUB). Skema holding melalui imbreng maka kepemilikan Pemda dan saham BPD akan ditukarkan dengan kepemilikan saham di holding sesuai valuasi harga yang wajar.
“Tentunya ini agak lebih rumit, dan kompleks karena melibatkan pemerimtah daerah dalam kepemilikan di holding. Tentunya memerlukan pendekatan yang lebih kultural agar pelaksanaan holding melalui imbreng in dapat dilakukan,” ungkapnya.
Sementara, holdingisasi melalui skema KUB, terkait rencana BJB ke depan, BPD induk akan melakukan setoran modal kepada BPD calon anggota untuk memperoleh kepemilikan atas saham yang memiliki hak suara. Kepemilikan BPD induk tidak perlu menjadi pemegang saham terbesar, tapi dapat ditunjuk sebagai pemegang saham pengendali sesuai POJK Nomor 12 Tahun 2020.
BJB sendiri telah mengambil langkah penguatan layanan digital. Dari sisi penguatan teknologi informasi, Bank BJB telah melakukan kerja sama dengan lerusahaan teknologi. Misalnya dalam hal keamanan siber Bank BJB bekerja sama dengan Alibaba Cloud yang memberikan tingkat keamanan tinggi bagi nasabah.
“Sehingga ini akan memberikan rasa aman dan nyaman buat para nasabah maupun para mitra yang akan ber KUB dengan Bank BJB,” ucapnya. (*) Dicky F. Maulana