Jakarta–Nama Sandiaga Salahuddin Uno, disebut-sebut masuk sebagai salah satu klien Mossack Foncesca, sebuah perusahaan asal Panama. Nama Sandiaga Uno juga disebut Amrta Institute -LSM yang bergerak di bidang pengelolaan air- sebagai pihak yang mengelola air di DKI Jakarta tanpa pernah sekalipun mengajukan tender.
Dalam laporannya yang berjudul “The Controversial Sell Out of PT Thames Pam Jaya” sepanjang 16 halaman ini, Amrta Institute menulis laporannya secara panjang. Laporan ini bahkan bukan hanya dibuat baru-baru ini melainkan sudah ada sejak 2006. Laporan ini menulis bahwa proses akuisisi Thames Pam Jaya yang secara tidak langsung dimiliki Recapital Advisor, perusahaan milik Sandiaga Uno tahun 2006 lalu, menimbulkan tanda tanya besar.
Pada tahun 1997, ketika perusahan milik Pemprov Jakarta PT PAM Jaya akan melakukan privatisasi. Sebelumnya, pengelolaan air di DKI Jakarta terbagi menjadi dua perusahaan; PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) di bagian barat Jakarta dan PT Thames Pam Jaya (TPJ) di bagian timur. Palyja, adalah perusahaan swasta yang dimiliki Suez Environment, Astratel (anak usaha PT Astra Internasional Tbk) dan Citigroup. Sementara TPJ dimiliki oleh Thames Water Overseas (TWOL) dan PT Tera Meta Phora. Kontrak pengelolaan air di Ibukota baru berakhir tahun 2022, atau selama 25 tahun.
Di tanggal 26 Juli 2006, Suez Environment menjual 49% kepemilikan sahamnya di Palyja ke Astratel dan Citigroup. TWOL, ternyata, juga menjual 95% sahamnya di TPJ kepada Acuatico Ltd. Acuatico Ltd adalah sebuah konsorsium bisnis yang teregistrasi di Singapura. Sisanya, diberikan kepada Alberta Utilities.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa Acuatico tidak memiliki pengalaman mengelola air. Di dokumen yang kami temukan menyebutkan bahwa General Direktur PT Recapital Advisors hanya akan mengelola TPJ selama enam bulan setelah proses penjualan ini. Setelah itu, akan ada penunjukan langsung,” sebut Nila Ardhianie dalam laporan tersebut, dikutip Infobanknews, Jumat, 8 April 2016.
Meski terdaftar di Singapura, saham Acuatico dimiliki oleh pengusaha Tanah Air. Arrosez Ltd dan Praeo Ltd yang di British Virgin Island tercatat sebagai pemilik sah Acuatico, tidak lain adalah kendaraan yang dimiliki oleh PT Recapital Advisors dan PT Glendale Partners. Di Acuatico, Recapital memiliki 80% saham. Sedangkan Glandale adalah perusahaan konsultan di bidang keuangan dan infrastruktur yang kemungkinan besar dimiliki ekspatriat Inggris yang tinggal di Indonesia.
“Sangat memungkinkan Alberta Utilities tidak lain adalah perusahaan investasi yang dimiliki PT Saratoga Investama Sedaya yang dimiliki Edwin Suryajaya, pendiri Astra,” tambahnya.
Di saat yang sama, TWOL berusaha menjual sahamnya di Acuatico. RWE, perusahaan migas asal Jerman yang memiliki Thames Water Holdings, juga ingin menjual sahamnya di Thames Water. Dua transaksi ini selesai di akhir 2006. Semenjak itu, dua perusahaan ini berada di bawah Kemble Water Limited.
Di Jakarta, kabar tentang akuisisi ini simpang siur. Salah satu hambatannya karena proses akuisisi ini terjadi lewat jalan belakang dan tidak di Indonesia. Juni 2006, RWE Thames dan pihak Gubernur DKI Jakarta menyebut telah membentuk tim kecil untuk membahas hal ini.
“Regulator memberitahu bahwa TWOL telah menjual sahamnya ke TPJ. Sementara RWE hanya menyebut Acuatico adalah pemenang tender,” sebutnya.
Acuatico yang dipilih RWE, jelas tidak punya kapasitas, sambung Nike. Kepemilikan perusahaan itu juga menjadi masalah lain.
Setelah dinyatakan sebagai pemenang, terkait dengan Acuatico dan Alberta, The Joint Working Group Team, yang terdiri dari berbagai pihak seperti regulator dan World Bank menyepakati beberapa hal: mengganti jajaran direksi, menahan kepemilikan saham mereka selama lima tahun dan komitmen tidak membebankan utang dan beban-beban lain kepada konsumen. Gubernur DKI, kemudian menambahkan satu hal; mengurangi jumlah kebocoran sampai awal 2008. Acuatico-Alberta juga memiliki tiga komitmen lain; revisi kontrak, PAM Jaya dapat mengakses kondisi keuangan mereka dan pembayaran kewajiban terakhir seperti dana pensiun, aset dan denda.
“Namun, pada 23 November 2006, secara mengejutkan, Haridass Ho & Partners Law Firm dari Singapura merilis opini hukum. Dia menyebut Recapital Advisor dan Glendale Partner sama sekali tidak disebut (yang bertanggung jawab dalam kewajiban tersebut),” sebut dia.
Pemerintah kemudian memberikan mereka waktu enam hari kepada mereka untuk menjelaskan kasus ini. Dalam keterangannya, Thames menyebut kepemilikannya telah beralih dari RWE ke Kemble Water. TPJ sudah tidak dimiliki RWE tetapi milik Kemble Water. Karena itu, Aquatico tidak mendapatkan kewajiban sebagai pemegang tender.
Sampai tanggal 11 Desember 2006, semua masih serba tidak jelas. Baru di tanggal itu, Haridass Ho & Partners mengganti opininya bahwa Acuatico memang milik Recapital dan Glendale. Meski begitu, Recapital menyebut tidak bisa menyanggupi semua pasal dalam perjanjian karena kesulitan keuangan. Ketika The Working Group menyarankan Pemprov membatalkan pembelian Acuatico atas TPJ karena kapabilitas keuangannya, Recapital justru berdalih bahwa mereka memang belum memiliki pengalaman dalam bisnis air. Regulator mengaku kecewa dengan jawaban ini.
“Ketika akhirnya Working Group dan pihak hukum Acuatico bertemu di Singapura, mereka secara terkejut mengganti rekomendasinya karena Acuatico memiliki komitmen baru. Dari komitmen ini, mereka kemudian menyetujui Acuatico sebagai pemilik baru TPJ,” pungkas laporan tersebut.
Dikonfirmasi Infobanknews mengenai kabar ini, Sandiaga Uno, mengaku tidak paham dengan seluk beluk akuisisi TPJ. Apalagi, sejak tahun 2006 Sandiaga mengaku sudah keluar dari Recapital.
“Saya sudah tidak ikuti detail Recapital karena sudah mundur hampir 10 tahun lalu. Mohon dicek ke Pak Rosan (Rosan Roeslani),” singkat Sandi, panggilan akrabnya. (*) Gina Maftuhah
Editor: Paulus Yoga