Akankah Saham GOTO Akan Bernasib Seperti Bukalapak?

Akankah Saham GOTO Akan Bernasib Seperti Bukalapak?

Jakarta – Pasar modal tanah air beberapa hari terakhir ini diramaikan dengan kabar rencana penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dalam waktu dekat.

Bagaimana tidak, belum genap satu tahun, investor dalam negeri seakan kembali diingatkan dengan IPO PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang diluar ekspetasi. Dimana sejak IPO pertama kali pada Agustus 2021, saham BUKA telah ambles sebesar -69,64% dari harga awal Rp850, menjadi Rp258 pada hari ini, Rabu, 16 Maret 2022.

Apakah nasib saham GOTO akan sama dengan BUKA?

Perlu diingat, kinerja keuangan GOTO tidak jauh lebih baik dari BUKA. Keduanya sama-sama tercatat masih merugi hingga triliunan saat ingin mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. Jika BUKA awal IPO tercatat masih rugi Rp1,3 triliun, sementara GOTO rugi Rp11,58 triliun per September 2021.

Tapi yang mesti digarisbawahi, BUKA memang tidak sama dengan GOTO. Bisnis inti BUKA hanyalah e-commerce dengan daya saing yang terus melemah. Di bisnis e-commerce. BUKA kalah bersaing dengan Tokopedia, Shopee atau bahkan Lazada. Sementara GOTO adalah gabungan dari Gojek (on demand), Tokopedia (e-commerce) dan Gopay (financial).

Meski memiliki core business menjanjikan, GOTO tidak asal getok harga. Mereka manawarkan Rp316 – Rp346 per lembar. Rentang harga ini mencerminkan PBV 2,89 x – 3,17x. Sedangkan PBV BUKA mencapai 38x saat IPO. Rasio PBV adalah menghitung total ekuitas dibagi jumlah saham. Saat IPO, ekuitas BUKA senilai Rp1,7 triliun sedangkan GOTO Rp130 triliun.

Selain berbeda di bisnis model, GOTO dan BUKA juga memiliki strategi sendiri dalam IPO. GoTo menerapkan strategi greenshoe yang memungkinkan emiten melakukan stabilisasi apabila harga perdagangan saham di bawah harga IPO. GOTO mengalokasikan 7,8 miliar lembar saham untuk stabilisasi. BUKA tidak menjalankan strategi ini.

Strategi lainnya adalah GOTO ikut aturan multiple voting shares (MVS) yang diberlakukan OJK pada Desember 2021. Sementara saat IPO BUKA, aturan ini belum ada. Aturan MVS mewajibkan pemegang saham seri B atau pendiri untuk tidak mengalihkan saham hingga 2 tahun ke depan paska IPO. Sementara pemegang saham seri A sebelum IPO, wajib pegang saham hingga 8 bulan mendatang/

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan GOTO dengan BUKA sendiri sangat berbeda, meskipun diatas kertas keduanya masih tercatat merugi.

Yang membedakan GOTO dengan BUKA yakni GOTO punya sebuah ekosistem besar yang tidak dimiliki BUKA. Dan ekosistem tersebut sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat. Sehingga bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun kedepan, kinerja GOTO bisa lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Sekarang lanjut Maximilianus tinggal bagaimana ekspetasi dan persepsi masyarakat kedepan.

“GOTO potensi bisnisnya kedepan tergolong baik, karena punya ekosistem besar. Dengan sebuah ekosistem yang telah masuk kedalam sebuah kehidupan masyarakat (Gojek, Tokped, Bank Jago, Gopay) tentu prospek kinerja kedepan sangat positif,” jelas Maximilianus, Kamis, 17 Maret 2022.

Disisi lain Pengamat Pasar Modal Edwin Sebayang meyakini nasib saham GOTO tidak akan jauh berbeda dengan BUKA.

Memurut Edwin ada beberapa hal yang membuat dirinya yakin saham GOTO bakal bernasib sama dengan BUKA.

Pertama secara kinerja GOTO masih tercatat rugi, kedua saham teknologi sedang mengalami tren penurunan, ketiga, harganya tergolong masih sangat mahal, jika mengacu pada kondisi perusahaan. Ditambah ada trauma tersendiri di market, khususnya investor yang membeli saham BUKA. Sehingga bukan tidak mungkin, saham GOTO pasca IPO lambat laun akan mengalami penurunan, seperti yang terjadi pada saham BUKA.

“Saya pribadi tidak menyarankan beli saham GOTO, karena apa yang mau diharapkan? Dividen value sudah pasti tidak ada, karena masih merugi. Capital gain? Sangat sulit,” jelasnya.

Pihak GOTO sendiri terang-terangan dalam prospektusnya yang dijelaskan pula mengenai faktor risiko investasi pada saham GOTO.

Prospektus GOTO menyebutkan bahwa investasi pada saham emiten memiliki risiko sehingga sebelum calon investor memutuskan untuk membeli saham yang ditawarkan, calon investor harus dengan secara hati-hati mempertimbangkan seluruh informasi yang tercantum dalam prospektus ini, termasuk risiko bisnis.

Kendati demikian, CEO GOTO, Andre Sulistyo menekankan bahwa perusahaan akan selalu berupaya meraih profitabilitas. Bahkan, sudah memetakan strategi.

“Kami sudah ada memetakan bagaimana kami bisa mendapatkan profitabilitas. Saya bagi menjadi beberapa kategori dan kriteria,” ujar Andre dalam public expose GOTO.

Seperti diketahui, GOTO sendiri berencana melepas 52 miliar saham dengan harga penawaran antara Rp316-Rp346 per saham sehingga dana yang dibidik bisa mencapai Rp17,99 triliun.

GOTO menargetkan bisa memperoleh pernyataan efektif dari OJK pada 25 Maret. Sementara penawaran umum dijadwalkan pada 29-31 Maret. Targetnya, perusahaan ride hailing dan marketplace ini bisa mulai memperdagangkan saham di bursa pada 4 April mendatang. (*)

Related Posts

News Update

Top News