Holding BUMN: Masih Dibirokratisasi dan Politisasi

Holding BUMN: Masih Dibirokratisasi dan Politisasi

Jakarta–Badan usaha milik negara (BUMN) mengalami pertumbuhan positif meskipun terus menjadi bulan-bulanan oleh birokrasi dan partai politik. Bahkan, sebagian besar mampu menjadi market leader di sektor industrinya di pasar domestik. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana BUMN mampu berkompetisi di pasar kawasan seiring dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Rencana pendirian holding company untuk BUMN harus mampu meningkatkan daya saing BUMN sehingga mampu menghadapi kompetisi regional melawan pemain-pemain regional. Demikian hasil kajian Infobank Institute yang bertajuk “Skenario Holding BUMN”.

Menurut Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute, tantangan utama untuk meningkatkan daya saing BUMN adalah masih kentalnya birokratisasi dan politisasi sehingga BUMN tidak bisa bergerak lebih cepat untuk memanfaatkan potensi dan kapasitasnya yang besar.

“Perusahaan BUMN masih terikat oleh birokrasi. Untuk itu pendirian holding BUMN harus diteruskan dengan reformasi BUMN dan bagaimana membebaskan perusahaan-perusahaan BUMN dari birokratisasi dan politisasi,” ujar Eko B. Supriyanto di Jakarta, 2 April 2016.

Menurut kajian Infobank Institute, pendirian holding company untuk BUMN harus menjadi langkah restrukturisasi dan menyasar pada beberapa tujuan. Satu, harus mampu mengatasi kelemahan dan hambatan yang dihadapi BUMN sehingga mampu meningkatkan kinerjanya sesuai dengan kapasitas dan potensinya. Dua, membebaskan perusahaan BUMN dari birokratisasi dan pengaruh kepentingan politik sehingga BUMN menjadi bagian dari pasar. Tiga, mampu menjamin agar perusahaan-perusahaan BUMN dipimpin oleh orang-orang terbaik tanpa harus di-back-up oleh yang mensponsori baik itu parpol.

Kemudian yang keempat, melaksanakan fungsi management dan leadership untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan BUMN dan menjadi perusahaan terbuka (go public). Lima, bertanggung jawab melaksanakan merger perusahaan BUMN untuk membesarkan basis usaha sehingga lebih kompetitif untuk menghadapi pasar regional. Karena daya saing sangat dipengaruhi oleh ukuran atau basis usaha, maka pendirian holding BUMN harus dilanjutkan menggabungkan perusahaan BUMN yang bisnis dan target marketnya sama.

Enam, holding company bisa berperan sebagai lembaga pendanaan BUMN yang sumber dananya bisa diperoleh dari sebagian laba BUMN yang seharusnya dibayar dalam bentuk deviden kepada negara. Penambahan modal kepada perusahaan BUMN harus berdasarkan prioritas perusahaan mana yang penting dan sedang mendesak untuk dikembangkan.

Dengan menyasar enam tujuan tersebut, pendirian holding BUMN harus mendorong kinerja BUMN untuk lebih berkembang lagi sesuai dengan potensi dan kapasitasnya. “Apabila sekarang banyak perusahaan sudah menjadi market leader di industrinya di dalam negeri, bagaimana nantinya perusahaan BUMN juga mampu berkompetisi di level regional,” ujar Eko B Supriyanto.

Selain mampu berkompetisi di pasar kawasan, BUMN juga mampu menjadi lokomotif perekonomian Indonesia dengan profitabilitas yang lebih tinggi dan sumbangan pajak yang lebih besar. Infobank Institute mencatat, BUMN masih mengalami pertumbuhan positif pada 2015 kendati kondisi perekonomian melemah dan kinerja dunia usaha mengalami perlambatan, bahkan penurunan. Tahun lalu, total aset BUMN naik 23,83% dan lima tahun terakhir rata-rata naik 16,28%.

Menurut Infobank Institute, konsep holding company untuk BUMN seharusnya tidak sekedar mengelompokkan BUMN berdasarkan sektor usaha kemudian masing-masing dipayungi oleh sebuah holding. “Pemikiran untuk membuat satu holding company yang tersentralisasi perlu dipertimbangkan, seperti diterapkan di negara lain seperti Singapura dan Malaysia yang berhasil memiliki BUMN yang kuat,” ujar Eko B Supriyanto.

Oleh karena itu, holding BUMN harus dijalankan oleh para profesional terbaik. Tetapi, jika penegakkan hukum terhadap masalah di perusahaan BUMN masih penuh dengan politisasi, banyak profesional-profesional terbaik tidak termotivasi atau bersedia untuk memimpin perusahaan BUMN sehingga pendirian holding BUMN harus benar-benar membebaskan BUMN dari intervensi politik.

“Jika keputusannya mendirikan 15 holding company atau lebih, perlu dipikirkan efisiensinya jangan sampai holding company hanya sekedar menciptakan diversifikasi manajemen, apalagi hanya menjadi tempat untuk menampung kader-kader parpol maupun para relawan politik yang belum mendapat tempat,” jelas Eko B. Supriyanto. (*)

Related Posts

News Update

Top News