Jakarta – Persoalan sengketa tanah milik Said Sadikin belum juga usai. Harry Mucharam Sadikin dan Denny Muchamad Sadikin sebagai ahli waris masih berjuang untuk mempertahankan tanah tersebut dari tangan Solihin Gautama Purwanegara (Solihin GP) yang juga mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Harry dan Denny adalah keponakan kandung dari Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI.
Tanah yang dimaksud terletak di Kampung Patjtjerakkang Desa Daja, Kecamatan Mandai Kabupaten Maros yang saat ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. “Kami akan menempuh upaya-upaya hukum lain,” kata Penasihat hukum Harry dan Denny, Syamsul Bahri Ilyas saat dihubungi di Jakarta.
Syamsul menerangkan, Said Sadikin (adik kandung Ali Sadikin) membeli tanah dari Abdul Salam, berdasarkan Akta Jual-Beli No. 61/KMD/PH/1971 tanggal 15 September 1971 dibuat oleh Abd. Latif Mile, B.A. Assisten Wedana Kepala Ketjamatan Mandai selaku PPAT setempat, sebagaimana dinyatakan dalam Sertifikat Hak Milik No. 16 Muh. Sanusi, berdasarkan Akta Jual-Beli No. 62/KMD/PH/1971 tanggal 15 September 1971 dibuat oleh Abd. Latif Mile, B.A. Assisten Wedana Kepala Ketjamatan Mandai selaku PPAT setempat, sebagaimana dinyatakan dalam Sertifikat Hak Milik No. 15; Abdul Gani, berdasarkan Akta Jual-Beli No.63/KMD/PK/1971 tanggal 15 September 1971 dibuat oleh dibuat oleh Abd. Latif Mile, B.A. Assisten Wedana Kepala Ketjamatan Mandai selaku PPAT setempat, sebagaimana dinyatakan dalam Sertifikat Hak Milik No. 14.
Di mana saat ini dikenal dengan Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Paccerakang, Kecamatan Biringkanaya, Kota. Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Syamsul Bahri Ilyas menerangkan, Said Sadikin kemudian menitipkan sertifikat ke Abraham Minggu Pasila. Di sinilah, Abraham kemudian memecah sertifkat tanah menjadi 38 sertifikat.
“Dibuat hibah, dijual beli macam-macam. Seolah-olah almarhum masih hidup di Jakarta, dibuatkan surat kuasa akhirnya ditangan Albert Minggu Pasila pecah menjadi 38 sertifikat,” kata dia.
Syamsul Bahri mengatakan, masalah muncul ketika ada pihak yang mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah. Solihin Gautama namanya. Ia mengantongi sertifikat Hak Milik Nomor : 33986 dengan keterangan luas tanah 116.365 M2 yang membeli pada 1969.
“Setelah ada yang minat membeli tanah, pihak Solihin mencari yang membantu seolah-olah terbit sertifikat yang lebih tua dari pada sertifikat yang dimiliki Said Sadikin,” tegas pengacara Herry dan Danny Sadikin ini.
Lebih lanjut Syamsyul Bahri menjelaskan, persoalan ini berulang kali diseret ke Pengadilan, bahkan sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Adapun, pihak Solihin selalu memenangkan gugatan.
“Karena Solihin cukup kuat menang sampai MA bahwa sertifikat 6 itu dinyatakan sah. Oleh pengadilan dinyatakan batal 38 sertifikat termasuk 6 sertifikat dibatalin semua oleh Majelis hakim sampai Mahkamah Agung,” ujar dia. Syamsul menerangkan, menariknya sewaktu keluar surat perintah eksekusi. Pihak BPN menerbitkan surat di tanah tersebut bukan atas nama Solihin tapi atas nama Said Sadikin yang tak lain adik kandung Ali Sadikin mantan Gubernur DKI.
Syamsul menuding, pihak Solihin tidak kehabisan akal. Ia kembali mengurus lagi surat sporadik baru mulai dari Kelurahan sampai terbit terbit sertifikat baru. “Itu kami gugat lagi dan pihak Solihin menang terus,” ujar dia.
Meski demikian, Syamsul menyebut tanah tak bisa dieksekusi lantaran Akta Jual Beli atas nama Said Sadikin dan Gunadi tidak pernah dibatalkan oleh pengadilan manapun. “Yang dibatalin sertifkat nya. Tapi AJB menurut hemat kami masih hidup,” terang dia.
Belakangan, ada sekitar 2 hektar lebih yang dijual sehingga tersisa 9 hektar. Pembeli tanah selain membayar ke Said Sadikin, juga ke Solihin sehingga dipisahkan dari tanah itu dan dikeluarkan 11,67 hektar “Sampai sekarang sisa 9 hektar masih kosong, ” ujar dia.
Menurut dokumen yang diterima Infobanknews, penerbitan sertifikat atas nama Solihin GP atas dasar perintah tak tertulis seorang pejabat tinggi berkuasa waktu itu. Surat tertanggal 21 Oktober 2015 dari BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan yang ditanda tangani oleh Dr. H.S Muhammad Ikhsan S.H,.Msi, MH. Surat ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar menyebutkan agar menindaklanjuti permohonan hak atas nama pemohon Sdr Solihin GP.
Dokumen yang diterima Infobanknews belum dapat diklarifikasi, tapi ketika diminta pendapat kepada ahli hukum, justru balik bertanya,”Apakah perintah lisan dapat dijadikan dasar hukum untuk membuat sertifikat? Atau, apakah benar ada perintah lisan dari seorang pejabat tinggi?” tanya balik seorang ahli hukum yang tak mau dikutip namanya.
Namun sejumlah pakar hukum menyebut, penerbitan sertifikat atas perintah lisan ini sangat janggal dan meragukan. “Apakah ini pekerjaan mafia tanah, dan diduga kuat kerabat Ali Sadikin menjadi korban mafia tanah,” lanjut pakar hukum yang tak mau dikutip namanya itu dengan penuh tanda tanya.
Belakangan, menurut catatan Infobanknews.com, banyak muncul kasus mafia tanah yang melibatkan banyak pejabat pertanahan, notaris dan pihak pemerintah daerah dari strata paling rendah kelurahan, kecamatan. Salah satu kasus mafia tanah yang muncul dengan korbannya keluarga artis Nirina Zubir.
Di Makasar, Sulawesi Selatan seperti diketahui marak menyangkut mafia tanah ini, kasus belakangan yang terjadi adalah ada pihak yang menggugat kepemilikan 7 aset Pemerintah Kota Makasar.
Diduga ada mafia tanah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menggugat sejumlah aset negara mulai dari Masjid Al-Markaz Makassar hingga jalan tol. Tapi, pengadilan memenangkan Pemprov Sulsel selaku pemilik aset negara dan berbalik melaporkan ke polisi. Kasus ini terungkap setelah Satgas Korsupgah KPK Wilayah IV Makassar mengungkap 7 aset negara bernilai triliunan rupiah di Kota Makassar digugat — yang diduga dilakukan oleh mafia tanah. Anehnya, penggugat seluruh aset itu hanya 1 orang. (*)