Jakarta – Bank Indonesia (BI) turut berkontribusi mengembangkan instrumen pasar keuangan hijau dan berkelanjutan untuk mendorong pembiayaan ekonomi di Indonesia. BI juga terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang keuangan berkelanjutan melalui capacity building yang relevan.
Hal tersebut diungkapkan dalam kegiatan lokakarya bertema “Sustainable Finance and Climate Change Impact” yang diselenggarakan oleh BI pada 25 hingga 27 Oktober 2021 secara virtual.
Rangkaian kegiatan lokakarya ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan pemahaman seluruh partisipan dalam melanjutkan upaya pengembangan keuangan berkelanjutan, termasuk untuk mengembangkan instrumen pasar uang hijau dan berkelanjutan (Green and Sustainable Money Market Instrument) di Indonesia.
Isu mengenai keuangan berkelanjutan (Sustainable Finance) merupakan salah satu topik dari 6 isu prioritas di bidang keuangan yang akan diangkat pada Presidensi G20 Indonesia. Isu keuangan berkelanjutan ini terkait upaya dalam mengembangkan sumber-sumber pembiayaan yang dapat mendukung upaya dunia dalam mengatasi perubahan iklim (sustainable finance), termasuk menangani risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, dalam sambutan kegiatan mengungkapkan bahwa seluruh pemangku kepentingan harus berkolaborasi, bersinergi, dan bekerjasama mengimplementasikan kerangka kerja yang komprehensif dari kebijakan berkelanjutan nasional.
“Momentum sinergi dan kolaborasi antar otoritas perlu disongsong sedini mungkin, sehingga tercipta ruang untuk memperkuat dan mengembangkan aspek fundamental dan infrastruktur ekosistem keuangan berkelanjutan, misalnya terkait taksonomi, lembaga pendukung, regulasi, dan hal-hal lain guna mempercepat pembangunan dengan konsep hijau dan berkelanjutan dengan harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dengan aspek lingkungan dan sosial guna menarik lebih banyak investor,” jelas Destry pada keterangannya, 25 Oktober 2021.
Salah satu isu utama konsep keberlanjutan yang menjadi perhatian global maupun Indonesia adalah dampak perubahan iklim terhadap stabilitas pertumbuhan ekonomi dan sistem keuangan. Hal ini ditunjukkan melalui komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris tahun 2015 untuk turut berkontribusi membatasi pemanasan global tidak melewati ambang batas 2 derajat celcius dan berupaya maksimal tidak melewati 1,5 derajat celcius, dibandingkan dengan saat sebelum revolusi industri.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula praktisi dari Indonesia maupun global, serta asosiasi seperti International Capital Market Association (ICMA) Global, guna menyampaikan keahlian mereka terkait sustainable finance regulatory policies, product and financing structure, transition finance serta climate risk.
Ke depan, pemahaman yang didapatkan dari lokakarya ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pemulihan ekonomi dan pembiayaan pembangunan nasional jangka panjang. Seluruh regulator terkait diharapkan dapat melakukan perencanaan matang dalam pengembangan pasar keuangan berkelanjutan demi mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“BI akan terus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk terus mendorong kesadaran akan keuangan berkelanjutan dan aplikasinya dalam pasar keuangan dan ekonomi secara keseluruhan,” ungkapnya. (*)
Editor: Rezkiana Np