Jakarta – Emiten perbankan pelat merah KBMI (kelompok bank modal inti) 4 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dikabarkan akan melanjutkan aksi korporasi di akhir tahun ini.
Salah satu rumor yang beredar dalam waktu dekat ini adalah rencana BBNI akan mengakuisisi bank. Sebelumnya manajemen BBNI sudah pernah mengatakan siap membidik bank yang masih berada di BUKU I atau II sebelum peraturan OJK terkait penggolongan bank berubah menjadi KBMI. Akuisisi dimaksud menurut rumor juga akan menggandeng fintech company sehingga dapat ditebak arah BNI mungkin akan membentuk usaha bank digital.
Lewat POJK nomor 12 dan 13 tahun 2021, OJK telah memberikan payung hukum yang jelas untuk industri perbankan. OJK mendorong bank untuk terus memperkuat permodalannya. Akibat adanya aturan baru tersebut, bank diminta untuk memiliki modal inti minimum Rp3 triliun.
Sampai saat ini masih ada beberapa bank dengan modal yang cekak yang harus memenuhi ketentuan tersebut. Apabila rencana BBNI tersebut akan dieksekusi, maka sudah jelas bank-bank yang dalam kategori inilah yang akan menjadi sasaran target akuisisi.
Permodalan
Permodalan BNI saat ini sudah dalam posisi yang relatif solid dibanding akhir tahun lalu. Rasio kecukupan modal BBNI hingga Semester I-2021 masih terjaga dengan CAR 18% di atas ketentuan minimum 12%.
Artinya untuk mengakuisisi suatu bank dengan biaya Rp2 triliun hungga Rp3 triliun seharusnya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh BBNI. Ditambah lagi dengan penguatan modal yang telah dilakukan BBNI melalui penerbitan global bond pada tahun ini.
Sementara itu, tren penguatan nilai tukar rupiah dan appetite investor menjadi katalis positif untuk penerbitan obligasi global BBNI. Maret 2021, BBNI telah menerbitkan global bond, di mana investor membludak mencapai US$2,2 miliar atau setara dengan Rp31,2 triliun dengan asumsi kurs Rp14.200/US$. Padahal targetnya hanya Rp7 triliun saja. Artinya global bond BBNI sampai oversubscribed hingga 4,4x.
Dan pada September 2021 lalu, BBNI menerbitkan Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 sebesar USD600 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun (dengan asumsi nilai tukar Rp14.299 per USD). Surat berharga yang dilepas dengan suku bunga 4,3% per tahun ini merupakan yang pertama dilakukan oleh bank di Indonesia.
Kinerja Perseroan
Di sisi lain kinerja keuangan BBNI juga menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BBNI naik 12,8% year on year (yoy) menjadi Rp5,03 triliun.
Kenaikan laba bersih tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan bunga maupun nonbunga lebih dari 15% yoy. Total dana murah (CASA) BBNI konsolidasian juga meningkat double digit hingga 11,5% yoy, seiring deposito yang menurun 8,7% yoy.
Tren kenaikan CASA di tengah penurunan deposito membuat biaya dana (Cost of Fund/CoF) yang dikeluarkan oleh BBNI menjadi turun 1,2 poin persentase. Hal inilah yang menyebabkan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan mampu naik 0,4 poin persentase.
Apabila dilihat dari kualitas asetnya, memang ada peningkatan rasio kredit macet (NPL) hingga Semester I tahun ini. Namun demikian rasio Loan at Risk (LaR) BBNI mencatatkan penurunan sebesar 2,2 poin persentase. Dengan adanya pencadangan yang mencukupi dan NPL coverage ratio hingga 215%, maka NPL masih cenderung manageable.
Dari sisi aset penyaluran kredit BBNI juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Penyaluran kredit BBNI hingga paruh pertama tahun ini tumbuh 4,5% yoy di tengah pertumbuhan kredit industri perbankan yang cenderung terkontraksi hingga Juni 2021.
Adanya rencana untuk mengakuisisi bank, upaya memperkuat permodalan dengan risiko yang terkalkukasi secara cermat, dan perbaikan kinerja keuangan yang signifikan menjadi katalis positif untuk harga saham BBNI. (*)