Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemred Infobank
Karena ketidakpastian belum berakhir, para bankir maupun pelaku bisnis masih sangat berhati-hati dalam melakukan ekspansi usaha. Kredit perbankan per Juli 2021 sudah tumbuh positif 0,50% (yoy) dan 52 bank mencatat kenaikan kredit, tapi sinyal merah masih menyala dalam portofolio aset kredit perbankan. Non performing loan (NPL) gross perbankan terus merangkak dari 3,06% pada Desember 2020, 3,17% pada Maret 2021, 3,24% pada Juni 2021, dan 3,35% pada Juli 2021.
Menurut Kajian Biro Riset Infobank bertajuk Banking and Financial Outlook 2022, menjaga kualitas kredit akan menjadi tantangan utama para bankir dan kemampuan bank mengamankan kualitas asetnya sangat tergantung dari dua hal.
Satu, bagaimana bank mengelola loan at risk (LAR) yang terdiri dari kredit non lancar ditambah kredit restrukturisasi yang terus meningkat. LAR perbankan yang pada 2019 yang sebesar 7,86% menjadi 22,82% pada akhir 2020 dan setelah menurun tipis menjadi 22,12% pada Juni 2021, diperkiraan naik kembali akibat PPKM pada Juli dan Agustus lalu.
Dua, seberapa kuat kuda-kuda bank untuk memupuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk mengantisipasi risiko pemburukan karena ketidakpastian belum berakhir yang berpotensi meningkat kredit berkualitas rendah terus membesar.
CKPN industri perbankan terus naik, dari sebesar Rp170,65 triliun pada 2019, menjadi Rp313,01 triliun pada 2020, dan naik menjadi Rp339,20 triliun per Juli 2021. Adapun rasio CKPN kredit dibandingkan dengan total kredit merangkak dari 2,88% pada 2019 menjadi 5,35% pada 2020 kemudian naik ke 6,10%.
Per Juli 2021, porsi CKPN terhadap total kredit tercatat sebesar Rp339,20 triliun atau naik Rp2,90 triliun dari bulan sebelumnya dengan rasio tetap di 6,10% karena ada pertumbuhan tipis sebesar 0,50% menjadi Rp5.563,70 triliun dibanding Juli 2020.
Berdasarkan kelompok bank, bank badan usaha milik negara (BUMN) mencatat rasio CKPN paling tinggi yaitu 7,91%. Begitu juga kelompok bank berdasarkan modal di mana bank-bank bermodal inti Rp30 triliun ke atas memiliki CKPN 7,57%. Sedangkan berdasarkan sektor usaha, rasio CKPN tertinggi ada di sektor akomodasi sebesar 11,41%, sektor pengolahan 9,92%, sektor konstruksi 8,32%, pertanian 7,45%, dan pertambahan 6,96%.
Adalah wajar jika Otoritas Jasa Keuangan pernah menyampaikan kepada media bahwa regulator harus memonitor perkembangan 10 debitur besar korporasi terutama yang terpengaruh mobilitas masyarakat di tengah pandemi agar tidak sampai goyang karena akan akan mempengarungi kondisi aset kredit perbankan. Maklum, oustanding kredit dari debitur-debitur kakap tersebut sangat besar.
Menurut dokumen yang diperoleh Infobank, perkembangan kredit 10 debitur terbesar mengalami tren penurunan dari Rp479,25 triliun pada Maret 2020 menjadi Rp417,27 triliun pada Desember 2020 kemudian menjadi Rp401,73 pada Juni 2021 dan naik lagi menjadi Rp413,59 triliun pada Juli 2021.
Boleh jadi, penurunan disebabkan sebagian debitur terutama sektor swasta beralih mencari pendanaan di pasar modal dengan merilis surat utang atau obligasi. Sementara, debitur BUMN yang outstanding Rp287,24 triliun dari 10 debitur terbesar tersebut sebagian justru mengalami peningkatan seperti di sektor minyak dan gas serta konstruksi. Sedangkan jika menggabungkan 200 debitur terbesar jumlahnya kreditnya mencapai Rp1.164,36 triliun dari total kredit bank umum yang mencapai Rp5.563,70 triliun.
Seperti apa perkembangan kredit perbankan yang 21%-nya berasal dari 200 debitur terbesar? Siapa saja daftar 10 debitur kelas paling kakap dan berapa besar outstanding maupun kualitas kreditnya? Seperti apa skenario pertumbuhan ekonomi dan bisnis perbankan serta lembaga keuangan lainnya pada 2022 menurut kajian Infobank? *Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 522 Oktober 2021*