Jakarta – Direktur Utama sekaligus pendiri PT Nusantara Sawit Sejahtera Teguh Patriawan menilai, komoditas kelapa sawit masih mampu bertahan, meski di tengah pandemi covid-19. Menurutnya, jika tidak ada kelapa sawit, Indonesia bisa kehilangan sumber devisa sekitar USD20 miliar hingga USD25 miliar per tahun. Dengan demikian Indonesia juga akan kehilangan ekspor senilai USD200 miliar per tahun.
“Kalau hari ini tidak ada kelapa sawit, Indonesia bisa kehilangan sumber devisa ekspor sekitar USD20 miliar hingga USD25 miliar per tahun dari total nilai ekspor sebesar USD200 miliar per tahun. Sebanyak 8 – 20 juta tenaga kerja terancam menganggur dan penerimaan pajak negara juga akan berkurang,” ujar Teguh Patriawan seperti dikutip Rabu, 15 September 2021.
Dirinya mengungkapkan, bahwa industri sawit berkontribusi besar dalam menopang perekonomian Indonesia. Ia juga meyakini, ke depan, kelapa sawit akan menjadi tanaman yang diunggulkan untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia. Produktivitas tanaman sawit jauh lebih besar dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain, seperti rapeseed, bunga matahari, kedelai atau jagung, sehingga penggunaan lahan lebih efisien.
Selama pandemi, pihaknya bersyukur Covid-19 tidak terlalu berdampak pada kinerja perusahaan karena karyawan masih bisa beraktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan. Kondisi ini didukung tempat kerja di ruang terbuka. Namun, memang ada tambahan pekerjaan pada transpotasi karena semua yang keluar masuk perusahaan harus mengikuti dicek antigen atau PCR.
Pria kelahiran Jombang, Maret 1948 ini pada awal kariernya menggeluti bidang kehutanan. Setelah lulus dari Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tahun 1975, Teguh Patriawan menjadi Foreman Reseach and Regeneration di sebuah Perusahaan Perkayuan, Plywood dan Hutan Tanaman Industri.
Teguh Patriawan juga pernah memiliki pengalaman bekerja di pemerintahan, ia pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Kerjasama Bilateral, Biro Perencanaan, Kementerian Kehutanan, sekitar tahun 1979 hingga 1984.
Pada tahun 1991 dia meninggalkan bidang kehutanan dan beralih ke perkebunan kelapa sawit. Menurut Teguh, Bidang kehutanan dan perkebunan memiliki perbedaan dalam proses bisnisnya. Pada perkebunan kelapa sawit terdapat proses untuk mendapatkan hasil panen. Ada masa tanam, perawatan hingga panen. Artinya, jika persyaratan tidak dipenuhi, maka hasilnya tidak akan sesuai harapan. Ada proses dari tidak ada menjadi ada. Tidak hanya mengandalkan apa yang sediakan alam.
Dia menikmati proses budidaya di perkebunan kelapa sawit. Ada pohon yang ditanam untuk dapat menyimpan karbon dioksida dari atmosfer dalam jangka waktu lama (sekuestrasi karbon). Semua ini menjadikan perkebunan kelapa sawit bisa dikelola dengan prinsip sustainable development dan ramah lingkungan. Proses kerja perkebunan kelapa sawit bagi Teguh sangat menarik.
“Yang paling menarik dari dunia perkelapasawitan bagi saya adalah ketelitian dan keseriusan dalam mengikuti prosesnya, mulai dari memilih bibit dan merawat tanaman hingga menghasilkan buah sawit yang dapat diolah menjadi minyak nabati berkualitas tinggi dan ramah lingkungan,” ucap Teguh.
Lalu di Tahun 2008, dia mendirikan Nusantara Sawit Sejahtera di Kalimantan Tengah. Pabriknya khusus memproduksi minyak sawit berkualitas tinggi, terdiri dari Tandan Buah Segar (TBS), Minyak Sawit Mentah (CPO) dan Biji Sawit (PK).
Kariernya di bisnis perkebunan sawit cukup cemerlang. Sebelum memilih mendirikan perusahaan kelapa sawit bersama keluarganya, dia sudah dipercaya menjadi CEO di salah satu anak usaha Sinarmas Group. Pengalamannya di bidang kelapa sawit, meyakinkan para investor bahwa sentuhan tangannya, akan membawa keberhasilan bagi Nusantara Sawit Sejahtera. Tidak hanya keuntungan saat ini, tetapi menjadi investasi yang menjanjikan untuk jangka panjang.
Dari sisi masa produktif kelapa sawit, umur tanaman di kebun NSS relatif masih muda. Kualitas CPO premium karena memiliki asam lemak bebas di bawah 3%. Lokasi perusahaan juga sangat strategis karena berada dekat dengan bandara, pelabuhan dan perkebunan, sehingga biaya distribusi rendah tanpa trucking dengan menggunakan direct-piping. (*)