Jakarta – Perusahaan-perusahaan baik di Indonesia dan di dunia saat ini tengah “dikepung” untuk segera mengadopsi dan mengimplementasikan prinsip-prinsip sustainability atau keberlanjutan ke dalam aktivitas operasional dan proses pengambilan keputusan bisnis mereka.
Pasalnya, sustainability sudah menjadi sebuah urgency dan komitmen global untuk memastikan kelangsungan hidup dan kualitas hidup saat ini dan di masa depan.
Hal tersebut juga mengikuti arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Peraturan OJK (POJK) nomor 51 Tahun 2017 tentang Sustainable Finance yang mewajibkan seluruh Lembaga Jasa Keuangan dan emiten di Indonesia untuk memiliki Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan dan menerbitkan Sustainability Report agar kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungannya dapat dimonitor secara transparan.
Demikian dikatakan oleh Stella Septania, Collaborative Partner for Sustainability Strategy, Reporting and Assurance dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia dalam sebuah webinar bertajuk Action, Advocacy, and Trust: Strategies for Communicating Sustainability yang diadakan pada Selasa (6/4).
“Mungkin 15 tahun yang lalu adopsi dan implementasi sustainability oleh perusahaan masih dianggap sebagai sesuatu yang nice-to-have. Sekarang ini, sustainability sudah menjadi sesuatu yang have-to-be-done, karena semakin banyak kelompok pemangku kepentingan dan semakin besar tekanan dari mereka yang meminta sustainability diintegrasikan ke dalam proses bisnis, aktivitas, dan pengambilan keputusan oleh komunitas bisnis,” kata Stella melalui keterangan resminya di Jakarta, Jumat 9 April 2021.
Sebelumnya adopsi dan implementasi sustainability oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia masih terbatas di beberapa sektor dan oleh perusahaan-perusahaan yang secara regulasi memang diharuskan atau yang diminta oleh pelanggan, principal, dan pemegang sahamnya.
“Sekarang, perusahaan-perusahaan sudah dikepung dari berbagai sisi. Ada peer pressure dari publik, media, dan LSM. Ada financial pressure dari investor dan kreditor, dan ada regulatory pressure dari regulator dan pemerintah. Semuanya mendorong kolaborasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs),” jelasnya.
Oleh karena itu menurut Stella, saat ini sustainability harus segera diintegrasikan ke dalam proses bisnis dan operasional sehari hari jika perusahaan tidak ingin tertinggal dan ditinggal oleh pemangku kepentingannya.
Sebagai informasi, pada tahun 2016 Indonesia bersama dengan 171 negara-negara di dunia menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement) tentang perusahan iklim di Markas Besar Persatuan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat.
Kemudian di tahun 2017, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai wujud dari komitmen Indonesia agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs secara partisipatif dan melibatkan seluruh pihak.