ERA digital tak terbendung. Hampir tiga perempat orang Indonesia telah menjadi penghuni dunia maya atau siber (cyber space). Menurut laporan Digital 2021, pada awal 2021 jumlah pengguna internet menembus 202,6 juta jiwa, meningkat 15,5% atau 27 juta jiwa jika dibandingkan dengan awal 2020.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 274,9 juta jiwa, penetrasi internet mencapai 73,7%. Menariknya, waktu yang digunakan masyarakat Indonesia untuk berselancar di dunia maya 08,52 jam per hari, jauh di atas rata-rata penduduk bumi yang hanya 06,54 jam per hari.
Sejalan dengan makin besarnya jumlah pengakses internet, ekonomi digital akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi pada masa depan. Sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) mulai melanda pada Maret 2020, internet makin terasa manfaatnya. Ketika banyak pelaku bisnis terkapar dihajar pandemi COVID-19, mereka yang sudah membangun sistem operasi dan distribusi secara digital justru survive, bahkan menikmati lonjakan permintaan. Sebut saja pasar e-commerce yang pada masa pandemi kedatangan konsumen baru sehingga mengalami lonjakan lebih besar dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Sebelum pandemi, proyeksi pertumbuhan pasar e-commerce Indonesia pada 2020 sebesar 54%, dan dengan adanya pandemi pertumbuhan diperkirakan menembus 90%. Menurut data iPrice, raksasa e-commerce Shopee mencatat pengunjung bulanan pada 2020 mencapai 129,32 juta atau naik 77,22% ketimbang tahun sebelumnya. Sementara, Tokopedia mencatat kenaikan 68,85% menjadi 114,65 juta.
E-commerce pun sudah menangkap peluang dengan mengembangkan model bisnisnya. Market place yang awalnya hanya menjual barang, sudah masuk ke bisnis transaksi keuangan. Tidak hanya menyediakan uang elektronik (e-money) atau berkolaborasi dengan issuer e-money lain, e-commerce juga menawarkan cicilan pembelian produk, bahkan menyediakan pinjaman uang tunai.
Ada berbagai pinjaman yang ditawarkan, termasuk pinjaman bebas sistem layanan informasi keuangan atau BI Checking. Pinjaman diproses secara cepat hanya dalam tempo 30 menit dan dananya ditransfer ke rekening uang elektronik pengguna yang terintegrasi dalam sistem e-commerce tersebut.
Kegiatan bisnis e-commerce seperti financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending sudah memasuki area bisnis perbankan. Dan, seperti e-commerce, fintech P2P juga mampu mencatat pertumbuhan pada masa pandemi. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 149 fintech P2P terdaftar menikmati pertumbuhan akumulasi pinjaman hingga 91,30% menjadi Rp155,90 triliun per 2020. Dari jumlah peminjamnya, kenaikannya mencapai 134,59% menjadi 43,56 juta.
Menurut Adrian Gunadi, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), angka penyaluran fintech pendanaan terus meningkat, termasuk pada masa pandemi. “Dari tahun ke tahun trennya terus meningkat. Pada 2017 penyaluran di angka Rp3 triliun, tahun 2018 di angka Rp20 triliun, 2019 di angka Rp58 triliun, sampai dengan 2020 Rp74 triliun. Di 2020, terlepas dari kondisi COVID-19, industri fintech tumbuh 27%,” ujar founder dan Chief Executive Officer (CEO) Investree ini kepada Ayu Utami Saraswati dari Infobank, bulan lalu.
Ketika e-commerce dan fintech menikmati pertumbuhan, industri perbankan justru mengalami penurunan kinerja. Sejak Juni 2020, penyaluran kredit perbankan merosot dan menutup 2020 dengan penurunan kredit 2,41% menjadi Rp5.547,62 triliun. Dan, ketika e-commerce dan fintech optimistis akan melanjutkan pertumbuhannya pada 2021, kredit perbankan hingga Februari lalu masih merosot. (*)
Apa saja isu selanjutnya, simak di Majalah Infobank terbaru, edisi 516 April 2021. Ayo Berlangganan Majalah Digital.