oleh Agung Galih Satwiko
DALAM polling terakhir Inggris atau UK yang dilakukan tanggal 20 Februari lalu, 36% menunjukkan dukungan agar UK keluar dari EU. Sementara 34% menyatakan tetap di dalam EU. Sisanya sekitar 23% menyatakan belum memutuskan, dan 7% tidak akan melakukan voting. Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengumumkan referendum akan dilakukan tanggal 23 Juni 2016. Pengumuman ini dilakukan setelah tercapai kesepakatan antara PM Inggris dengan pimpinan EU mengenai perubahan ketentuan dan persyaratan keanggotaan EU, akhir minggu lalu.
Mata uang Poundsterling jatuh dari USD1,44/GBP sebelum tercapainya kesepakatan antara UK dengan EU, hingga menjadi USD1,41 pada perdagangan hari Senin 22 Februari, atau turun sekitar 2% dalam 2 hari perdagangan. Secara tahunan (yoy, per 22 Februari 2016) mata uang GBP telah turun hingga 8,6% terhadap USD, sementara Euro melemah 2,6% pada periode yang sama.
Bagaimana dampak terhadap pasar keuangan? Dampak terbesar tentu akan dialami oleh pasar keuangan dan perekonomian UK. Pertama, perusahaan mid-caps ke bawah di UK akan mengalami penurunan kinerja, karena perusahaan-perusahaan ini lebih fokus ke pasar domestik. Penurunan nilai Poundsterling akan membuat konsumsi domestik tertekan, inflasi dan turunnya real income. Kedua, perbankan UK akan mengalami penurunan kinerja karena menurunnya aktivitas ekonomi UK dan juga karena kehilangan kemampuan mengakses nasabah di EU (passporting). Dengan kondisi saat ini, bank yang berbasis di UK dapat meminta “passport” kepada otoritas di UK agar dapat mengakses nasabah di EU. Keluarnya UK tentu akan berdampak pada turunnya nilai pendapatan yang diperoleh dari jasa perbankan kepada nasabah EU. Sebuah studi dari fund manager Neil Woodford menyebutkan bahwa Brexit akan membuat UK banks kehilangan pendapatan dari “passporting” sekitar 10 miliar Poundsterling.
Ketiga, pasar perumahan akan turun karena turunnya income masyarakat, imigran yang lebih rendah, dan memudarnya status UK sebagai financial hub. Frankfurt dan Paris siap menggantikan London sebagai financial hub di Eropa pasca-Brexit. Imigran di UK berperan besar dalam menyumbang pendapatan Negara dan menurunkan umur populasi UK. Jumlah imigran di UK di sekitar 600.000 orang per tahun, dalam dua tahun terakhir. Keempat, di pasar keuangan investor akan meminta tambahan premi untuk risiko yang lebih tinggi dengan memegang aset UK. Kelima, jika UK tetap keluar dari EU namun kehilangan privilege dalam FTA dengan EU, maka UK akan mengalami kerugian sekitar 6,3% – 9,5% dari GDP. Demikian hasil studi Centre for Economic Performance (CEP) dari London School of Economics. Namun jika UK mampu menegosiasikan agar tetap memiliki privilege FTA, maka kerugian diperkirakan di sekitar 2,2% dari GDP. UK pascakeluar dari EU harus mencari sumber FTA dengan kelompok lainnya seperti G8, G20 dan OECD.
Christine Lagarde, managing director IMF, mengingatkan bahwa keluarnya UK dari EU akan menambah panjang daftar permasalahan yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan di pasar keuangan global. Lagarde mengharapkan deal yang tercapai antara UK dan EU akan membuat UK tetap di dalam EU.
Memang advokat untuk Brexit menyebutkan bahwa semua analisis negatif dampak keluarnya UK dari EU terlalu premature, dan sangat bergantung pada hasil negosiasi antara UK dengan EU pascakeluarnya UK dari EU. Namun demikian terlepas dari hal tersebut banyak perusahaan besar sudah menyampaikan kekhawatirannya. Perusahaan besar seperti BAE, Shell, Rio Tinto, telah menyampaikan dukungannya agar UK tetap berada dalam EU. JP Morgan sudah menyatakan bahwa JP Morgan berpotensi menutup kantornya di UK jika UK keluar dari EU, karena melihat saat ini UK, khususnya London adalah financial hub, dan keluarnya UK dari EU membuat status tersebut akan hilang.
Pembicaraan mengenai Brexit ini semakin menguat belakangan setelah David Cameron, PM Inggris mencapai kesepakatan dengan EU. Dengan diterimanya proposal UK oleh EU maka Cameron akan mengampanyekan agar Inggris tetap berada di EU. Perubahan ketentuan dan persyaratan keanggotaan di EU pada umumnya untuk melindungi kepentingan UK. Hal-hal yang didiskusikan dan disepakati antara lain mencakup kebijakan yang membolehkan UK untuk melakukan suspensi tunjangan kesejahteraan imigran dari EU ke UK selama 4 tahun. Selain itu juga aturan untuk melindungi negara-negara EU yang tidak menggunakan mata uang Euro, dan juga provisi yang membolehkan anggota untuk tidak mengikuti ketentuan peraturan EU yang tidak diinginkan.
Bagi Negara-negara di luar UK, Brexit menambah panjang daftar sumber ketidakpastian di pasar keuangan tahun ini sebagaimana peringatan yang disampaikan Christine Lagarde. Pasar keuangan yang telah tertekan oleh pelemahan ekonomi di Negara berkembang khususnya China, potensi kenaikan Fed Fund rate AS, harga minyak yang rendah, kini bertambah dengan Brexit. (*)