Jakarta–Real Estat Indonesia (REI) sangat berharap kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak cepat disahkan. Hal ini dinilai dapat mendorong sektor properti bisa kembali bergairah.
Bendahara Umum Real Estat Indnesia, Tulus Santoso sendiri menilai nuansa krisis sektor properti sudah mulai terasa di 2014. Sehinga para pelaku kini sangat membutuhan stimulus-stimulus yang dikeluaran oleh pemerintah.
“Rencana tax amnesty merupakan sebuah kemajuan dan kami mengharapkan secepatnya keluar. Meskipun kita tahu pajak itu merupakan sebuah kewajiban,” kata Tulus dalam forum Property adn Mortgage Summit 2016 yang diselenggarakan Infobank Institute bekerja sama dengan Perbanas di Jakarta, Jumat, 19 Febuari 2016.
Tulus menuturkan, pajak properti Indonesia sendiri sangat banyak komponennya. Bahkan pajak-pajak tersebut dikenakan kepada pembeli maupun penjual.
Kondisi tersebut dinilainya membuat kegiatan bisnis properti (terkait pajak) jadi double atau berlipat. Konsumen pun dinilai banyak yang belum siap.
Adapun jenis-jenis pajak yang dikenakan pemerintah terhadap setiap transaksi properti di Indonesia, lanjutnya, ada pph jual beli 5%, BPHTB 5%, PPN 10%, PBB 0,5%, pph sewa 10%, ppnbm (untuk rumah mewah) 20% dan pph pasal 22 (untuk rumah sangat mewah) 5%. “Jadi saat ini kita perlu suatu terobosan, supaya kembali bisa menggiatkan bisnis properti,” jelasnya.
Sekedar informasi, sebelumnya pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Rony Bako menilai, manfaat dari pengampunan pajak sangat banyak. Uang yang masuk dari tarif tebusan yang dibayarkan wajib pajak bisa menambah modal pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, perumahan dan pembangunan infrastruktur.
Indonesia, lanjut Rony Bako, sangat membutuhkan program pengampunan pajak guna menggenjot penerimaan negara. Dengan anjloknya harga minyak dunia dan rendahnya harga komoditas, saat ini hanya penerimaan dari pajak yang bisa diandalkan oleh pemerintah.
Iapun meyakini, program pengampunan pajak akan efektif menambah penerimaan negara. Sebab, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melaporkan harta kekayaannya sebagai objek pajak. Apalagi, pemerintah juga telah mencantumkan skema repatriasi bagi WNI yang selama ini menyembunyikan uangnya di luar negeri.
“Jadi, daripada utang pemerintah semakin banyak, lebih baik penerimaan pajak dari program pengampunan pajak ini kita ambil,” jelasnya. (*) Dwitya Putra