Premi Asuransi Jiwa Terkontraksi 2,5% Akibat Pandemi

Premi Asuransi Jiwa Terkontraksi 2,5% Akibat Pandemi

Jakarta – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, hingga semester I 2020, pendapatan premi industri asuransi jiwa masih terkontraksi 2,5% atau dari Rp90,25 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp88,02 triliun.

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon menyatakan, perlambatan tersebut merupakan imbas dari pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19). Selain itu, hasil investasi industri asuransi jiwa juga mengalami penurunan yang signifikan.

“Menurunnya hasil investasi sebesar -191,9% dari Rp22,82 triliun di semester I 2019 menjadi -Rp20,97 triliun di semester I 2020. Kinerja invetasi industri asuransi sangat dipengaruhi oleh portofolio investasi yang terkait dengan ekonomi makro termasuk pasar modal,” ujarnya dalam virtual presscon AAJI di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.

Kondisi pasar modal memang sempat terguncang pada akibat pandemi, yang tercermin dari penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 22,9% selama semester I ini. Selain itu di periode yang sama, total aset dan klaim yang dibayarkan industri asuransi jiwa mengalami penurunan masing-masing 10,2% dan 1,90% menjadi Rp493,99 triliun dan Rp64,52 triliun.

Namun begitu, Budi melanjutkan, industri asuransi jiwa merasa bersyukur karena bisa membayarkan klaim terkait COVID-19 kepada nasabah yang tersebar di seluruh Indonesia, dan juga luar negeri.

“Industri asuransi jiwa telah membayarkan klaim terkait COVID-19 sebesar Rp216 miliar untuk 1.642 polis. Sebesar 1.578 diantaranya merupakan klaim produk asuransi kesehatan Rp200,64 miliar atau 92,9% dari total klaim,” ucapnya.

Sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan, industri asuransi jiwa terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, industri asuransi jiwa juga telah mengeluarkan empat langkah strategis dan kolaboratif yang diambil di tengah masa pandemi.

“Meminta pengesahan kebijakan tata cara penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) secara digital menjadi permanen, mendukung penerapan reulasi yang mendorong inovasi dan digitalisasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, percepatan pembuatan lembaga penjamin pemegang polis (LPPP), serta mendorong inklusi dan literasi keuangan baik secara digital maupun non digital,” ucap Budi. (*) Bagus Kasanjanu

Related Posts

News Update

Top News