Bandung – Pemerintah diminta gencar melakukan edukasi mengenai dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang ditempatkan di beberapa bank kepada masyarakat. Seperti diketahui, dana program PEN tersebut berupa penyaluran kredit dan bukan hibah.
Ekonom dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Kurniawan Saefullah mengatakan, saat ini masyarakat terutama usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) masih bingung dengan program tersebut. Sebagian UMKM masih menganggap program tersebut merupakan hibah, padahal berbentuk penyaluran kredit.
“Jika bentuknya penyaluran kredit bagus, apalagi bank punya sumber dana murah untuk ekspansi, bisa mendorong ekonomi pada akhirnya,” ujar Kurniawan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 16 September 2020.
Oleh karena itu, pemerintah perlu secara intensif mengumpulkan stakeholder terkait terutama di daerah bersama bank pembangunan daerah (BPD) untuk melakukan sosialisasi. “Jika mereka sudah dikumpulkan dan jelas peruntukannya maka siap dikucurkan secara masif ke masyarakat,” katanya.
Menurutnya, jika edukasi sudah diberikan maka penyaluran kredit akan optimal. Sebab, dana yang dikucurkan oleh pemerintah ke sejumlah bank cukup besar.
Dirinya mencontohkan, edukasi pun tidak hanya sekadar sosialisasi saja, tapi juga menyeluruh berupa juklak dan juknisnya. Seperti halnya bank bjb yang mendapat kucuran dana PEN sebesar Rp2,5 triliun dari pemerintah perlu kehati-harian.Hal ini dilakukan agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
“Saya yakin jika pemerintah sudah melakukan sosialisasi ke stakeholder maka bank penyalur seperti bank bjb bisa berkomitmen dalam realisasinya,” ucapnya.
Bank bjb sendiri saat ini sedang fokus untuk menggairahkan UMKM di tengah pandemi Covid-19. Adapun, pemerintah selain menempatkan uang di bank bjb juga, antara lain di Bank Jatim Rp2 triliun, Bank Rp2 triliun, Bank Jateng Rp2 triliun, Bank Sulutgo Rp1 triliun, BPD DIY Rp1 triliun, dan BPD Bali Rp700 miliar.
Ekonom SBM ITB, Anggoro Budi Nugroho berpendapat serupa. Ia mengungkapkan, bahwa pemerintah perlu memetakan secara spesifik penyaluran kredit dari program PEN. “Lakukan segmentasi kondisi usaha. Petakan ulang, mereka yang punya rekaman buruk 1-3 tahun terakhir dalam pengembalian kredit macet dikecualikan,” paparnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengutamakan UMKM yang omzet lancar dan return on asset (ROA) bersihnya di atas 1-2. Dia beralasan, berurusan dengan segmen UMKM harus siap dengan risiko trickle-down. Pemerintah pun sebaiknya berpikir konservatif siap dengan risiko terburuk PEN.
“Keutamaan sejarah lancar kredit itu nomor 1 sekalipun aset dan omzet belum besar. Karena hal ini yang menentukan disiplin pasar perbankan,” tutupnya. (*)