LPS: Bayang-bayang Kenaikan NPL Masih Hantui Perbankan

LPS: Bayang-bayang Kenaikan NPL Masih Hantui Perbankan

Jakarta – Pandemi Covid-19 telah menghantam segala lini perekonomian Indonesia, khususnya di perbankan. Peningkatan risiko kredit bermasalah masih membayangi industri perbankan karena banyak nasabahnya yang terkena dampak. Untuk itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun meminta perbankan mewaspadai kinerja kredit bermasalah (NPL).

Asal tahu saja, kinerja kredit bermasalah perbankan per Juni 2020 mencapai 3,11% atau naik dibandingkan posisi Mei 2020 yang mencapai 3,01% karena dampak pandemi Covid-19. Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono mengatakan, angka kredit macet pada Juni 2020 itu lebih tinggi dibanding dengan Juni 2019 yang mencapai 2,50%.

“NPL kecenderungannya naik itu yang perlu diwaspadai juga restrukturisasi kredit yang posisinya naik mencapai 21%,” kata Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dalam Webinar Akurat bertema ‘Resesi di Depan Mata: Indonesia Harus Apa’ di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.

Di sisi lain, Didik juga menjelaskan, persentase pertumbuhan penyaluran kredit per Juni 2020 turun menjadi 1,49% dibandingkan Mei 2020 yang mencapai 3,04% dan dibanding Juni 2019 sebesar 9,92%. Meski begitu, lanjut dia, kinerja secara umum perbankan masih berdaya tahan, yang tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 22,54% pada Juni 2020 atau lebih tinggi dibanding Mei 2020 yakni 22,26%.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kecukupan modal (CAR) bank umum konvensional per Juli 2020 menguat menjadi 23,1% dibandingkan Juni 2020 yang 22,59%. “Likuiditas perbankan masih melimpah dan terjaga dengan stabil,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Teguh Supangkat dalam webinar yang sama.

Beberapa faktor yang mendorong likuiditas terjaga, kata dia, karena adanya kebijakan strategis yang membentuk rasio modal bank menguat di antaranya penurunan giro wajib minimum sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah. Selain itu, juga ada penurunan bunga acuan yang dipertahankan tetap sebesar 4% dan pelonggaran likuiditas dari Bank Indonesia.

Menguatnya rasio kecukupan modal itu, lanjut dia, menolong risiko kredit bank yang per Juli 2020 NPL gross yakni gabungan kredit macet, kurang lancar dan diragukan mencapai 3,22% atau naik dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 3,11%. Namun, jika khusus dicermati dari NPL net atau kredit macet mencapai 1,12% pada Juli 2020 atau menurun dari Juni 2020 yang mencapai 1,13%.

Penguatan CAR itu, tambah dia, juga didorong oleh masyarakat yang memilih menyimpan dananya di bank yang ditunjukkan tingkat dana pihak ketiga (DPK) per Juli 2020 mencapai Rp6.308 triliun atau tumbuh 8,53% dibanding periode sama tahun lalu. Sedangkan dari sisi likuiditas melimpah dengan modal yang cukup.

Kemudian nilai restrukturisasi kredit yang sudah direalisasikan industri perbankan mencapai Rp837,64 triliun. Keringanan kredit ini diberikan kepada 7,18 juta nasabah dari 100 bank. Dari jumlah itu, sebanyak Rp353,17 triliun di antaranya diberikan kepada 5,73 juta debitur UMKM. Sementara sebanyak 1,44 juta debitur lainnya merupakan debitur non-UMKM dengan total saldo pokok plafon pinjaman perjanjian kredit (baki debet) yang direstrukturisasi senilai Rp484,47 triliun.

“Kita melihat bahwa restrukturisasi ini sudah mulai stabil. Artinya ke depan-depan lagi sudah mulai sedikit yang direstrukturisasi. Kemudian sudah mulai banyak debitur (pulih aktivitas bisnisnya), ada juga debitur yang tidak mau melakukan restrukturisasi dan memilih proses normal,” tutup Teguh. (*)

Related Posts

News Update

Top News