Jakarta – Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 1 tahun 2020 dan PP 23 tahun 2020 terkait dengan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), menunjukkan bahwa respon pemerintah begitu intens. Penyelamatan Perekonomian Nasional (PEN) menjadi agenda mendesak sebelum ambruknya sektor-sektor ekonomi, di tengah wabah Covid-19 yang meluas, namun tidak menyurutkan langkah Pemerintah untuk selalu merespon dinamika perubahan perekonomian global dan nasional.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum organ Relawan Joko Widodo – Ma’ruf Amin Pojok Satu, Yuyun Pringadi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 19 Juni 2020. Menurutnya, terkait dengan hal itu, belakangan ramai sekali kritik-kritik yang telah dialamatkan ke BUMN oleh beberapa pihak. Namun kritik tersebut patut direspon secara konstruktif. Dirinya mengutarakan, bahwa kritik pun menyeruak dari soal dana talangan hingga soal perombakan BUMN.
“Ketika BUMN di bawah kendali Erick Thohir, bergerak secara eksponensial dan perombakan besar terjadi di mana-mana. Ternyata tidak sedikit yang terluka dan berkepentingan terhadap unit-unit BUMN. Disinilah terkuak intelektual elit politik yang semakin absurd, bukan sebaliknya, berfikir cerdas dan memberikan solusi dalam meningkatkan kinerja BUMN,” ujar Yuyun.
Yuyun yang juga Peneliti Yp institute for fiscal and monetary policy mengungkapkan, kesan penolakan terhadap dana talangan di tengah wabah Covid-19 pertanda tidak cakap menafsirkan PP 23 tahun 2020 tentang Penyelamatan perekonomian Nasional. Kecurigaan dan penolakan skema penyelamatan unit-unit BUMN sama halnya membuat daftar panjang ambruknya sektor-sektor ekonomi.
Padahal, payung hukumnya jelas, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP 23 tahun 2020 tentang PEN, PP 72 tahun 2016 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara BUMN, Perpres No.102 tahun 2016 tentang pendanaan pengadaan tanah, PP 45 tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN.
Bahkan, Pemerintah pun akan merevisi PP 45 tahun 2020 tersebut demi membuat perusahaan pelat merah lebih akuntabel dan mampu mengembangkan bisnis menjadi lebih besar.
Yuyun menegaskan, bahwa Skema Dana Talangan, pernah diberikan kepada Kemen PURT, Kementerian Kesehatan, tetapi ketika akan diberikan ke Kementerian BUMN banyak pihak yang protes. Padahal, Pemerintah mengucurkan dana talangan untuk 12 BUMN, bertujuan untuk mengurangi dampak pandemi virus Corona yang dirasakan perusahaan pelat merah itu.
“Bahkan, dana talangan itu relatif tidak terlalu besar sekitar Rp19,65 triliun dari Rp152 triliun atau setara 12%. Justru alokasi terbesar 75% peruntukannya jelas membayar utang pemerintah ke BUMN. Pembayaran itu jangan sampai menjadi bed debt ketika menjalankan kerjasama tugas PSO (public service obligation),” urainya.
Distribusinya pun langsung ke unit-unit BUMN yang membutuhkan suntikan dana segar seperti, PLN, Pertamina dan selebihnya Rp15,5 triliun berbentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). “Hendaknya para politisi itu menafsirkan PEN secara komprehensif integral, bukan dipenggal-penggal lalu dipolitisasi memunculkan konfliktual,” ungkapnya.
Sementara itu, dengan mekanisme Skema Dana Talangan semestinya pengkritik tidak parno atau khawatir berlebihan. “BUMN itu kontribusinya besar terhadap APBN. Lebih dari itu, Erick Tohir pun melakukan perombakan jajaran dirut dan komisaris pada intinya untuk meningkatkan kinerja unit-unit BUMN agar menjadi institusi publik berbasis value for money. Masyarakat harus merespon positif, bahwa yang dilakukan Erick Tohir semata-mata untuk menata kembali BUMN,” tutupnya. (*)