Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian mengalami penurunan signifikan. Sub sektor tanaman pangan turun sebesar 0,54% dan sub sektor tanaman perkebunan rakyat turun sebesar 2,30%. Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) ini dikarenakan adanya penurunan harga di beberapa komoditas.
Sejumlah pihak pun mempertanyakan kinerja Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang dinilai belum memperjuangkan para petani. Anggota Komisi IV Darori Wonodipuro mengatakan, bahwa kinerja Mentan kurang maksimal dan dinilai belum bisa berkomunikasi baik dengan anggota Komisi IV sebagai mitra kerja. Sejauh ini, kata dia, Kementan hanya bisa mempromosikan institusinya tanpa menunjukkan kinerjanya.
“Kementan dari segi komunikasi tidak nyambung. Kemarin waktu pembahasan anggaran alot. Yang paling lama, apa yang diinginkan kurang tanggap. Hingga rapatnya sampai 8 kali. Sedangkan dengan KKP dan kehutanan 3 kali sudah selesai,” ujar Darori dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, seperti dikutip, Sabtu, 6 Juni 2020.
Bahkan, lanjutnya, banyak asosiasi yang rapat dengan DPR meminta agar beberapa dirjen Kementan dicopot.
“Kalau dari promosi luar biasa, tetapi kalau soal kinerja tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Contohnya, di DPR itukan masalah anggaran tidak dibahas satuan tiga. Memang tidak dibahas di DPR, tetapi bobol dan ketahuan sama pimpinan. Masa harga babi satu ekor 9 juta. Ayam 700 ribu, itu apa? Untung ketahuan, kalau tidak siapa yang tanggung jawab. Memang harus dikontrol lah,” katanya.
Ia menyebut, bahwa sejauh ini Mentan kurang mendengar aspirasi para petani. “Harusnya aspirasi petani yang disuarakan didengar. Jangan mau dirinya, tetapi tanya petani maunya apa. Contohnya kita impor bawang putih, di Temanggung lagi panen. kan gak laku. Kenapa tidak dibeli, (petani) mengadu ke saya. Kalau impor kan fee banyak. Kalau lokal ketahuan. Ya kan. Ada apa orang berlomba-lomba impor sedang musim panen,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia, Anton Muslim Arbi juga mengungkapkan, kinerja Mentan masih belum maksimal. Padahal dengan turunnya harga komoditas harus segera dievaluasi.
“Karena memang dari dulu sebelum pemerintahan Jokowi ini masih zaman SBY, itu ada penandatanganan bilateral dan multilateral. Misalnya dengan ASEAN, perdagangan bebas. Kemudian memang menjadi persoalan yang mana belakangan ini sebagaimana yang dibicarakan Faisal Basri sebagai pengamat ekonom senior, bahwa kita menerima atau misalnya melakukan impor produk pertanian mencapai Rp30 triliun. Ini kan suatu angka yang luar biasa besar,” paparnya.
Artinya, lanjut dia, dengan jumlah rakyat Indonesia tentunya kebutuhan konsumsi pertanian besar. Namun, kata dia, kenapa komoditas didatangkan dari China. “Kemudian misalnya BPS merilis data yang memperlihatkan data sektor pertanian kita itu anjlok menurun. Nah, kan dua periode pemerintahan ini saya belum dengar Kementan itu bikin apa,” imbuhnya.
Kemarin, tambah dia, pemerintah melakukan swasembada bawang putih. Namun, kata dia, saat ini tidak lagi. “Saya khawatir ini ada semacam kartel yang bermain. Kartel ini kan maaf ya, itu mudah sekali kartel memanfaatkan permainan ini untuk menggenjot hasil-hasil pertanian itu dari luar impor kemudian ada rente yang didapatkan, lalu rente-rente itu jadi biaya-biaya politik dan lain sebagainya. Ini juga menjadi masalah,” urainya.
Di kesempatan terpisah, pengamat politik dari KedaiKOPI, Hendri Satrio menilai presiden Jokowi ingin memiliki legacy, atau warisan yang bagus untuk dikenang masyarakat Indonesia. Saat ini, periode kedua Jokowi menuju usia satu tahun. Menurut Hendri, Menteri Pertanian saat ini harusnya bisa meninggalkan legacy yang bagus.
“Pak Jokowi kan dua periode memimpin pemerintah dan akan berakhir di 2024, pasti dia ingin punya legacy. Salah satu yang bisa menjadi legacy adalah bidang pertanian, kalau dilihat kinerja Mentan sebelumnya pak Amran saya kira sudah banyak menempatkan standar baik, dan ini perlu dilanjutkan. Kalau tidak bisa lebih dari Mentan sebelumnya, atau minimal sama, ya saya kira perlu dievaluasi, silakan saja pak Jokowi pasti punya catatan-catatan untuk kinerja menterinya,” ucapnya.
Sebaliknya, Kementan menyatakan upaya penanganan pangan dengan menyiapkan tiga strategi saat menghadapi New Normal. Adapun, peningkatan nilai tukar petani (NTP) akan masif dilakukan dengan menaikkan harga jual gabah sehingga target penambahan NTP menjadi 103 poin, lebih tinggi dari beberapa waktu sebelumnya, atau sebesar 102,09 poin.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerangkan strategi pertama yaitu agenda SOS, atau emergency yang ditemukan ketika harga ayam sempat jatuh beberapa waktu lalu. Bagi peternak, ayamnya akan dibeli oleh mitra dan difasilitasi penyimpanan berpendingin oleh pemerintah.
Ia menegaskan, penurunan NTP bukan disebabkan oleh hasil produksi petani tidak akurat namun karena dampak Covid-19 yang menyebabkan pelambatan transportasi, distribusi, dan pembatasan berbagai akselerasi kemasyarakatan (PSBB).
Karena adanya berbagai pembatasan dalam menghadapi Covid-19 menyebabkan NTP mengalami penurunan dan harus ada solusi penyikapan yaitu membangun stok penyangga atau buffer stock untuk 11 komoditas pangan, lalu pengembangan pasar dan toko tani, jaring pengaman sosial bagi petani, menjaga stabilitas harga.
Strategi kedua agenda jangka menengah yaitu memaksimalkan ekspor dengan mengintervensi industri agrikultur agar tidak memecat karyawannya. Juga relaksasi terhadap padat karya melalui pemberian bibit atau benih sehingga produksi komoditi tetap berjalan.Ada juga agenda jangka panjang yaitu meningkatkan produksi pertanian. (*)