Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyatakan telah menerima permohonan restrukturisasi kredit dari debitur terdampak Covid-19. Perseroan mencatat ada lebih dari 17.000 debitur yang sudah direstrukturisasi pinjamannya hingga saat ini.
Sesuai dengan arahan pemerintah dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur tentang relaksasi kredit terkait Covid-19, Bank BTN saat ini tengah melakukan proses klasifikasi atas permohonan dari debitur kredit yang mengajukan secara online.
“Sudah ada 17.000 lebih debitur yang pinjamannya sudah dilakukan restrukturisasi. Yang mengajukan permohonan restrukturisasi angkanya puluhan ribu,” ujar Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nixon L. P. Napitupulu dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 12 April 2020.
Menurut Nixon, hingga saat ini, Bank BTN mencatatkan memiliki hampir 2 juta debitur dengan baki debet lebih dari Rp250 triliun. Adapun, belasan ribu permohonan restrukturisasi ke perseroan tersebut mencatatkan total baki debet sekitar Rp2,7 triliun.
“Jumlah tersebut mencakup debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi dan keseluruhannya di bawah Rp10 miliar sesuai ketentuan OJK,” ucapnya.
Nixon menjelaskan, permohonan restrukturisasi tersebut diajukan oleh debitur melalui restrukturisasi online yang disiapkan perseroan. Melalui sistem online tersebut, debitur BTN yang mengajukan permohonan retrukturisasi tidak harus datang ke kantor cabang tempat mereka mengajukan kredit.
BTN telah menyiapkan layanan online untuk mengakomodir permohonan tersebut melalui www.rumahmurahbtn.co.id.
Pasca terbitnya POJK tentang relaksasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19, Bank BTN telah membuka diri untuk memberikan kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur yang kreditnya dibiayai perseroan dan terdampak virus tersebut sehingga terganggu kemampuan bayarnya.
Namun, Nixon menegaskan tidak semua debitur dapat menikmati kebijakan tersebut. Ini sesuai arahan pemerintah dimana hanya diberlakukan bagi debitur yang benar-benar terdampak Covid-19. “Oleh karena itu bank perlu melakukan klasifikasi dan kami sudah lakukan itu,” kata dia.
Melihat perkembangan penyebaran Covid-19 yang menunjukkan angka peningkatan, dirinya sangat khawatir hal ini akan berdampak pada debitur BTN dan pasti juga debitur bank lain yang akhirnya tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mengangsur karena dampak virus tersebut.
Dengan kondisi ini, perseroan melakukan revisi target pertumbuhan kredit. Untuk kredit pemilikan rumah (KPR) non-subsidi dan komersial, perseroan merevisi pertumbuhan kredit menjadi kisaran 0%-3%. Kemudian, untuk KPR subsidi, perseroan memproyeksi pertumbuhan di segmen tersebut berada pada kisaran 6%-8% bergantung pada periode berakhirnya Covid-19.
Namun demikian, perseroan optimistis tetap bisa meraih laba sekitar Rp2 triliun. “Dalam kondisi seperti saat ini perseroan lebih memilih langkah untuk peningkatan efisiensi, memperkuat cadangan dan likuiditas agar tetap survive,” jelas Nixon.
Untuk menjaga likuiditas, tambah Nixon, perseroan juga secara hati-hati melakukan pembelian surat utang pemerintah. Upaya menjaga likuiditas tersebut dilakukan untuk memastikan cadangan dana tetap aman sekaligus meningkatkan fee based income melalui transaksi treasury.
Ia mengungkapkan, untuk dana treasury, perseroan menganggarkan nilai yang cukup besar sekitar Rp20 triliun. “Dana tersebut juga merupakan cadangan likuiditas perseroan. Kondisi normal biasanya kita anggarkan sekitar Rp13 Triliun dan saat ini likuiditas kita tingkatkan sekitar 30%,” paparnya. (*)