Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memandang dampak Pandemi virus corona (COVID-19) terhadap meningkatnya kredit macet (NPL) perbankan sangat nyata. Hal tersebut lantaran sektor korporasi, perdangangan dan UMKM sangat terpukul karena daya beli yang menurun akibat kegiatan masyarakat yang cenderung berada di rumah.
“UMKM juga akan terdampak besar yang biasanya mereka resilience, sekarang dalam COVID-19 ini mereka terpukul paling depan. Koorporasi juga mengalami tekanan dsri supply chain, perdagangan. Kemudian akan merantai ke sektor keuangan bila dilihat dari NPL tentu akan ada peningkatan” kata Sri Mulyani melalui video confrence di Jakarta, Rabu 1 Maret 2020.
Oleh karena itu, respon Pemerintah terus ditingkatkan salahsatunya melalui stimulus penambahan belanja negara senilai Rp150 triliun yang diarahkan untuk restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi nasional. Dirinya berharap dengan stimulus tersebut dapat menjadi bantalan perbankan untuk melakukan restrukturisasi.
“Kita masih menambahkan Rp150 triliun yang dicadangkan dalam pos pembiayaan dalam rangka menudukung program restrukturisasi pemulihan dan ekonomi nasional. Ini masih terus didesain dalam rangka untuk memberikan jaminan bagi sektor keuangan agara mereka mampu dan mau melakukan restrukturisasi sehingga NPL tidak menyebabkan aliran kredit dimatikan,” jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, bayang pembengkakan NPL memang mengkhawatirkan setalah Presiden Jokowi mengimbau kepada OJK agar memberikan restrukturisasi maupun penundaan cicilan kredit bagi debitur UMKM maupun lainnya yang terdampak COVID19.
Kebijakan tersebut tentu membuat pelaku perbankan dan multifinance pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, menurut biro riset infobank, angka kredit secara nasional yang menyangkut UMKM setara dengan Rp1.200 triliun. Dengan begitu angka NPL bisa mencapai kisaran Rp120 triliun bilamana asumsinya penambahan NPL 10% karena debitur yang pura-pura mecet. (*)
Editor: Rezkiana Np