Jakarta – Bank Indonesia (BI) memandang
penyesuaian aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik pasca meluasnya COVID-19 telah menekan nilai tukar Rupiah sehingga mendekati Rp16.000/US$.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global telah memberikan tekanan kepada nilai tukar Rupiah, yang melemah sejak pertengahan Februari 2020 hingga 18 Maret 2020.
“Rupiah secara rerata melemah 5,18% dibandingkan dengan rerata level Februari 2020, dan secara point to point harian melemah sebesar 5,72%,” kata Perry di Jakarta, Kamis 19 Maret 2020.
Dengan perkembangan ini Perry menyebutkan bahwa nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan level akhir 2019 terdepresiasi sekitar 8,77%. Perry juga mengatakan hal tersebut masih seiring dengan pelemahan mata uang negara berkembang lainnya.
Meski begitu pihaknya berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Salahsatu upaya yang terus dilakukan BI ialah dengan meningkatkan intensitas stabilisasi di pasar DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari pasar sekunder.
“Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, BI terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas,” tukas Perry.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sendiri pada hari ini, (19/3) kurs rupiah berada pada posisi Rp15.712/ US$ atau terlihat melemah dari posisi Rp15.223/US$ pada perdagangan kemarin (18/3). (*)
Editor: Rezkiana Np